Saat ini kita memiliki sudut pandang yang berbeda tentang keberadaan sekolah. 30 tahun yang lalu, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Taman Kanak-Kanak (TK) tidak sebanyak sekarang.
Urgensi pendidikan dahulu dan sekarang juga mengalami perubahan yang signifikan. Dulu orangtua yang bekerja lebih sedikit, kebutuhan akan PAUD dan TK juga tidak 'segila' saat ini.
Perubahan zaman dan pola hidup di kalangan muda membuat sedikitnya waktu yang tersisa untuk mengurus anak di rumah. Tuntutan ekonomi membuat orangtua tidak memiliki pilihan kecuali mengirim anak ke sekolah.
Disatu sisi keberadaan daycare sangat membantu orangtua yang harus bekerja sejak pagi sampai sore, namun dari sudut pandang umur anak, apakah faktor kesiapan anak sudah dipertimbangkan dengan baik?
Apa yang perlu diketahui orangtua?
1. Faktor kesiapan emosional
Dalam memandang pendidikan anak, setidaknya orangtua melihat dari dua kacamata: kesiapan intelektual dan emosional. Terkadang, anak siap secara intelektual, namun belum matang secara emosional.
Sebagaimana kita ketahui bersama, umur 1-3 tahun anak masih dalam katagori dunia bermain. Hasrat dan keinginan anak masih berputar pada mainan dan bermain.
Hal ini sangat wajar karena anak masih dalam fase perkembangan otak, dimana input yang hadir saat bermain bermanfaat untuk membentuk kemampuan kognitif yang baik.
Posisi bermain yang melibatkan fisik dapat merangsang saraf motorik yang sagat berguna untuk membentuk memori di bagian hippocampus.Â
Jadi, orangtua perlu paham bahwa bermain bagi anak juga gizi yang sangat dibutuhkan anak untuk perkembangan otak secara sehat dan wajar, layaknya tubuh membutuhkan gizi dari makanan.
Nah, jika orangtua terpaksa harus menitipkan anak ke daycare maka pastikan tempat yang dipilih memiliki banyak jenis mainan yang melibatkan sarat motorik anak.Â
Jangan menitipkan anak pada tempat yang membatasi gerak anak, apalagi jika orangtua meninggalkan anak dari pagi sampai sore. Anak membutuhkan rangsangan aktif dengan bergerak.
Karena di fase 1-3 tahun yang dibutuhkan anak adalah bermain, pilihlah daycare yang memiliki guru yang aktif pula. Setidaknya guru harus bermain aktif bersama anak, mengajak komunikasi dua arah, mengarahkan sambil bermain.
Sama halnya ketika anak mulai sekolah di PAUD, maka fokus utama adalah bermain sambil belajar, bukan belajar sambil bermain. Anak pada fase ini belum siap untuk diajak fokus belajar karena otak mereka belum 100% berkembang.
Faktor kesiapan emosional harus lebih dikedepankan daripada intelektual. Jika anak secara mental belum siap, maka tugas orangtua adalah memastikan emosional anak sudah siap untuk sekolah.
Berpindah dari suasana rumah ke gedung tentunya merubah suasana mental anak. Ada anak yang siap, banyak pula yang tidak. Yang sering terjadi anak menangis sejadi-jadinya saat diantar ke daycare, PAUD atau TK.
Di sini orangtua perlu menempatkan diri pada posisi yang bijak. Bisa jadi emosional anak belum siap untuk berpindah dari rumah ke sekolah. Ada fase transisi yang membutuhkan peran ayah atau ibu secara seksama.
2. Faktor Kemampuan konsentrasi
Poin kedua yang juga bermanfaat untuk dipertimbangkan adalah kemampuan konsentrasi anak masih sangat minim. Di umur 4 tahun seorang anak masih belum mampu untuk duduk di bangku dengan jangka waktu lama.
Orangtua juga harus bijak melihat pola belajar yang ada di sekolah. Apakah anak diminta duduk di kursi mendengar guru menjelaskan, atau saling duduk di lantai dan bermain bersama.
Jika anak terlalu dini diminta untuk duduk di kursi kemudian mendengarkan instruksi guru maka kemampuan fokus mereka akan terganggu.Â
If students are denied the opportunity for physical activity and must sit for too long each day, they may begin to lack spatial awareness and suffer from disorganized brains that can't focus well.
Aktifitas fisik sangat dibutuhkan anak saat kecil agar kemampuan spasial berfungsi dengan baik. Adapun kemampuan ini berguna untuk memahami, menyimpan, mengingat, dan menciptakan gambaran mental tentang bentuk dan ruang.Â
Jika anak terlalu cepat diminta untuk duduk dalam waktu lama, maka yang akan terjadi adalah anak akan mengalami kesulitan membuat gambaran visual tentang objek tertentu.
Selain itu, anak umur 2-7 tahun membutuhkan aktivitas yang mengharuskan gerakan fisik agar kemampuan regulasi emosi berkembang dengan baik. Artinya, saat anak harus duduk lama untuk fokus maka regulasi emosi juga perlahan berdampak.Â
Anak bisa saja nantinya akan sulit menahan dan mengatur emosi sedih, marah, dan kecewa karena kurangnya pergerakan fisik yang seharusnya mereka lakukan lebih banyak saat berada di sekolah.
According to a study by the University of Illinois' Department of Psychology, exercise can actually change the shape and function of kids' brains.
Disisi lain, anak yang banyak dan rutin bergerak secara tidak langsung membuat otak lebih sehat. Ada rangkain input yang terbentuk seiring masuknya oksigen ke otak anak saat aktif bergerak.
Meminta anak untuk berkonsentrasi pada umur 1-7 tahun tidaklah tepat. Keberadaan daycare, PAUD dan TK harus mengedepankan kesiapan emosional anak dengan benar.
Berbagai macam kegiatan sekolah yang dirancang harus mengakomodir pergerakan lebih banyak. Aktifitas bermain, menyanyi bersama, atau membiasakan karakter baik harus dilakukan dengan pola yang menyenangkan.
Referensi Bacaan (1), (2), (3)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H