Kebiasaan harian dan pola komunikasi orangtua-anak memiliki efek jangka panjang yang bisa membentuk input kreatif pada anak. Pertanyaan seperti "mengapa demikian" "kenapa" dan "bagaimana" punya andil besar membentuk kreativitas.
Saya coba kembali ke bagian kutipan di awal tulisan, "Creativity is being able to see what everybody else has seen and think what nobody else has thought so that you can do what nobody else has done".
Di sini kita bisa memahami bahwa kreativitas adalah kemampuan melihat apa yang diliat setiap orang, memikirkan apa yang tidak orang pikirkan dan melakukan sesuatu yang orang lain tidak lakukan.
Untuk menjadi kreatif, seorang anak memerlukan pola komunikasi yang lebih terarah. Nah, di sini orangtua lah yang berperan aktif.
Anak perlu dibiasakan untuk berpikir out of the box sejak kecil. Misalnya, Biasakan menanyakan kenapa mainan ini warnanya berbeda, kenapa dipakai untuk keperluan tertentu, bagaimana cara kerjanya.
Semua bisa dimulai dengan sesuatu yang gratis dan juga murah. Kreativitas dimulai dari sebuah pertanyaan yang berbeda yang menuntut otak berpikir. Tentunya pertanyaan disesuaikan dengan umur anak.
Hindari membohongi anak dengan memberi jawaban yang tidak benar. Ini menjadikan anak pasif dan membentuk pemahaman yang tidak  benar.
Ada orangtua yang sering memberi jawaban sembarangan atau malah marah ketika anak bertanya sesuatu yang mereka tidak ketahui. Padahal, ini awal kreativitas terbentuk di otak anak.
Sebaik mungkin jadilah orangtua yang berilmu, ya pastinya dengan banyak membaca. Jika belum mampu, jangan mematikan jawaban anak dengan muka sinis atau mengucapkan "Udah, ga perlu nanya itu".
Anak-anak lahir dengan rangkaian pengalaman yang menjadikan mereka unik satu sama lain. Ada yang bertanya hal simpel ada yang sekedar ingin tahu.
Yang jelas, pertanyaan yang mereka ajukan harus dijawab dengan jawaban yang bisa dibayangkan anak sesuai umur mereka. Bukan dengan memberi jawaban salah atau menyesatkan.