Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A devoted researcher with regards to foreign languages, memory, and cognitive function

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

5 Hal Penyebab Utama PNS Tidak Produktif

23 September 2021   12:47 Diperbarui: 26 September 2021   22:09 2081
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang pegawai negeri sipil (PNS) Pemprov Riau mengenakan masker saat mendapat giliran masuk bekerja di Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik Riau.| Sumber: ANTARA FOTO/FB Anggoro

Menjadi PNS mungkin mimpi kebanyakan orang. Alasan gaji tetap dan kerja santai menjadi dua alasan yang paling lumrah didengar. Bahkan, sulit dipecat menjadikan PNS pekerjaan paling diminati.

Ada banyak hal yang membuat pola kerja PNS tidak efektif yang akhirnya menjadikan pekerjaan tidak produktif.

1. Masa Kerja Abadi

Dengan masa kerja sudah ditentukan, PNS menjadi sasaran empuk para pencari kerja. Yah, begitu lulus dan mendapat SK maka masa kerja sudah pasti dan jelas. Mau dipecat? hmmm, yang namanya PNS dipecat itu sangat jarang, saking jarangnya aneh jika ada PNS dipecat. Kecuali karena memang melanggar aturan berat.

Dengan pola masa kerja seperti ini, sangat sulit membedakan mana PNS yang produktif dan mana yang tidak. Kalau pun mau dipecat ya memang terfokus pada pelanggaran yang mencolok. Jika tidak, ya tetap jadi PNS.

Seharusnya, menurut saya pribadi PNS harus memiliki masa refreshing. Apa tujuannya? Biar bisa menilai mana PNS yang produktif dan mana yang tidak. 

Caranya bagaimana? Buat peraturan tahapan upgrade skills bagi PNS sejak lulus. Misalnya, setiap lima tahun sekali PNS harus mengikuti pelatihan untuk bisa naik level. Ujian ini harus dirancang dengan baik sehingga dapat mengukur kinerja, produktivitas, dan output kerja selama lima tahun kebelakang.

Boleh dikatakan ujian ini bersifat jenjang karier. Hasil akumulasi kinerja, produktivitas, dan output kerja selama lima tahun harus berdasarkan penilaian dua arah, pertama internal dan eksternal.

Dari pihak internal diwakili pihak badan kepegawaian atau BKN dan dari pihak eksternal memakai sistem kepuasaan masyarakat. Jadi, di sini PNS dinilai bukan hanya faktor orang dalam tapi juga mewakili bagaimana kinerja mereka dinilai masyarakat.

Kemudian hasil penilaian ini bagi kedalam tiga kriteria: buruk, baik, dan sangat baik. Bagi mereka yang hasilnya buruk beri waktu maksimal satu tahun untuk memperbaiki dan berikan pelatihan khusus. Level mereka akan tetap selama tahun kedepan dan gaji harus dipotong 30%. 

Nah, bagi yang masuk kriteria baik dan sangat baik, berikan pelatihan upgrade skills berdasarkan hasil kinerja. Tentu, jenis pelatihan harus dibuat beda dan terfokus pada kelemahan mereka dan waji terstruktur jelas sesuai yang dibutuhkan.

Pelatihan PNS selama ini condong tidak tepat sasaran dan membuang-buang anggaran. Hasilnya? kinerja tetap sama dan uang hilang. Pelatihan seharusnya dibuat berdasarkan apa yang dibutuhkan bukan sekedar menghabiskan anggaran agar terkesan ada kegiatan.

Bagi PNS yang bestatus sangat baik, beri penghargaan dengan kenaikan level satu tahun lebih cepat dan kenaikan gaji 10%. Ini akan membuat perbedaan jelas antara PNS produktif dan PNS yang tidak berkualitas.

2. Anggaran Kerja Top Down

Anggaran yang mengalir dari atas ke bawah membuat kinerja PNS tidak kreatif. Untuk menjadikan PNS lebih kreatif dan produktif, anggaran harus bersifat project based. 

Misalnya seperti ini, setiap divisi pada setiap institusi harus benar-benar memahami tugas mereka, baik yang primer atau sekunder. Lalu, setiap bulan anggota harus bekerja dalam tim untuk membuat proposal rancangan program yang dipresentasikan kepada atasan.

Apa tujuannya? Agar PNS bekerja lebih terarah dan memiliki rasa tanggung jawab bersama. Teamwork akan menjadikan PNS lebih aware dengan isu penting yang dihadapi masyarakat.

Hasil presentasi setiap divisi lalu dianalisa oleh tim di institusi terkait kemudian yang kreatif merancang proposal berdasarkan kriteria memberi solusi bagi masyarakat akan dipilih dan berhak mendapat uang dengan jumlah tertentu.

Dengan pola ini akan jelas berapa anggaran yang dibutuhkan, target kerja, dan tentu output apa yang bakal dihasilkan. Jika perlu beri penghargaan bagi divisi yang kreatif dan produktif berbentuk rewards liburan bersama keluarga.

Ini perlu dilakukan untuk memutus mata rantai korupsi dari atas. Pola anggaran top down membuat atasan atau orang dengan jabatan tertentu memotong uang secara sepihak. 

Sistem project based juga akan memperlihatkan mana pegawai yang aktif dan kreatif dan mana yang cuma numpang nama tapi tidak punya kemampuan jelas.

Bagi divisi yang tidak mengajukan proposal mendapat pemotongan poin kinerja yang dibuat secara online. Jadi, setiap PNS memiliki akun yang didalamnya memiliki poin tertentu. Setiap pegawai poinnya akan bertambah dan berkurang berdasarkan level dan kinerja bulanan.

Ilustrasi gambar:www.cathe.com
Ilustrasi gambar:www.cathe.com

3. Senior & Junior bukan pembeda

Satu hal yang membuat PNS tidak produktif yaitu karena adanya gap antara senior dan junior. Banyak tumpang tindih pekerjaan karena senior mengalihkan pekerjaan ke junior karena alasan yang kadang tidak masuk kantong. eh, maksudnya masuk akal. hehe

Contoh kecil, PNS yang baru diterima atau dengan masa kerja dibawah tiga tahun 'terpaksa' harus hormat dan mau disuruh ini itu dan tidak membantah. Hal ini menjadikan pegawai senior mengalihkan pekerjaannya ke junior dengan seenaknya.

Seharusnya, pegawai senior membimbing pegawai junior untuk memahami job desk dan mengarahkan mereka untuk mampu mengerjakan pekerjaan dengan baik, bukan malah mengambil kesempatan untuk mengalihkan pekerjaan.

PNS harus dibedakan dari kinerja. Mereka yang memiliki kinerja sangat baik harus diberi tanda khusus. Misalnya ada tanda bintang dibagian baju atau tulisan tertentu yang bisa ditandai dengan mudah oleh semua orang.

Pegawai muda harus menghargai dan menghormati pegawai yang umurnya lebih tua, tapi bukan menghormati dengan cara mengikuti alur kerja yang buruk. 

Dalam konteks pegawai guru misalnya, ada banyak guru senior yang memakai jasa guru junior untuk menggantikan jam mengajar karena alasan klasik. Di perkantoran pegawai senior memberi tambahan pekerjaan yang bukan job desknya pegawai baru. 

Hasilnya, pegawai banyak yang sekadar bekerja dengan ritme asal siap saja. Ini menumpulkan otak untuk bekerja kreatif dan membuat kinerja tidak produktif. Pergi pagi dan pulang sore, yang penting kerja selesai. 

4. Waktu Bersama Keluarga Hilang

Ritme kerja pagi ke sore membuat waktu bersama keluarga hilang. Sehingga banyak keluarga yang juga tidak memiliki waktu bersama, bahkan ada yang harus bekerja akhir pekan demi karena atasan.

Kalau atasan memiliki manajemen kerja yang jelas dan cerdas, hal ini bisa diatasi dengan pola kerja terstruktur dengan teamwork. Pola kerja PNS sangat terikat oleh waktu, alhasil mindset pegawai tertuju pada pergi pagi pulang sore.

Padahal inti bekerja itu bukan pada how long tapi how effective. Artinya, untuk apa kerja berjam-jam tapi tidak terstruktur. Malah ini membuat pegawai hadir ke kantor hanya untuk absen, selesai itu malah hilang ditelan alam. 

Fungsi leader dalam institusi seakan tidak terlihat. Ini menjadikan ritme bekerja tidak terarah. Dalam banyak kasus masyarakat menunggu lama hanya untuk pengurusan yang simpel. Alasannya terkadang hanya karena atasan tidak ditempat atau orang yang mengurus lagi pergi keluar. bukankah ini pola kerja yang lucu sekali?

Bayangkan betapa masyarakat dirugikan dengan pola kerja pegawai seperti ini. Ada yang datang jauh-jauh tapi harus kembali beberapa kali, uang habis untuk transportasi tapi hasil nihil.

Lalu, pegawainya hanya santai-santai saya seakan tidak bersalah dan biasa saja. Seharusnya dengan sistem kinerja pegawai seperti ini sudah bisa diberhentikan karena tidak layak. Untuk apa menggaji orang yang tidak punya kinerja baik. Buang saja jauh-jauh agar tidak menjadi penyakit di tengah masyarakat.

5. Sistem Tes/Seleksi yang tidak Tepat

Seharusnya ini alasan nomor 1, tapi ya saya tulis aja terakhir khusus buat yang serius baca. Sistem seleksi PNS sangat menguntungkan satu pihak dan merugikan banyak pihak.

lah, yang benar? emang kenapa?

Begini, semua calon PNS itu dites dengan sistem CAT yang terdiri dari tiga penilaian. Mereka yang mencapai ambang batas bisa lanjut ke tes tahap kedua, tes kompetensi bidang. Lalu, apa yang terjadi pada orang yang sebenarnya pinter di bidangnya tapi duluan jatuh karena nilai CATnya rendah? hmmm. ya jelas terlempar keluar.

Sekarang logikanya begini, kalau kita mau menjaring ikan hiu, kira-kira jaringnya di tengah laut atau di tepian? Saya rasa jelas ya ikan hiu itu bermain di tengah lautan.

Apa kaitannya sama hiu?hehe

Begini, menyaring orang dengan bakat tertentu harusnya dengan pola tes yang tepat. Kalau mau nyaring hiu jenis jaringnya harus besar, jangan gunakan jaring kecil.

Kalau calon PNS dijaring lewat CAT lebih dahulu, maka ada banyak orang pinter dibidangnya tereliminasi dari awal. Apa yang terjadi, yang tersaring ya yang unggul di CAT dan bisa jadi tidak unggul di bidang yang dibutuhkan. 

Seharusnya, fokus tes harus pada bidang dulu, jenis tes harus mengarah ke bidang. Jaring dulu orang dengan keahlian yang dibutuhkan, baru kemudian seleksi pengetahuan umum.

Jika diperlukan, buat tes yang berbeda sesuai bidang. Misalnya, guru dan dosen di tes dengan cara berbeda. Pegawai perkantoran dan kesehatan juga memiliki standar kelulusan dan tes berbeda.

Jadi, di sini akan jelas terlihat calon guru dan dosen itu kriterianya harus memiliki kemampuan mengajar dengan ilmu bidang yang bisa dibuktikan. Tenaga kesehatan juga harus dites kemampuan ilmu medis dan cara menghadapi pasien dan hal lain yang dibutuhkan.

Yang paling penting tes bidang harus lebih awal, karena yang diperlukan calon pegawai yang memiliki keilmuan dibidangnya, bukan mereka yang pandai pengetahuan umum.

Masalah pengetahuan umum itu bisa di-upgrade nanti, yang penting keilmuan dibidangnya jelas melewati seleksi. Kalau jaring kecil dipakai untuk menjaring ikan hiu apa jadinya?

Intinya, menurut saya jika kelima poin di atas tidak diperbaiki, maka tidak ada manfaatnya PNS bolos itu dipecat. Yang jadi akar masalah adalah banyak pegawai yang kinerjanya buruk karena berada di sistem yang salah. Ibarat ikan hiu yang berenang ke tepian, bukan tempatnya di sana.

Nah, ini hanya pendapat pribadi saja ya. Setuju boleh, tidakpun tak masalah. Kalau memiliki pendapat berbeda, silahkan di share di kolom komentar ya. Sekian ulasan kali ini!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun