Di sisi lain, efektivitas juga harus diukur dari sejauh mana manfaat yang diperoleh atau output yang dicapai dari proses belajar daring. Lagi-lagi jika merujuk ke perkotaan, belajar secara daring bisa 'mungkin' dikatakan efektif karena adanya support keluarga kepada peserta didik di rumah.
Artinya, anak masih bisa terbantu dengan orangtua yang terlibat membimbing anak dalam proses belajar daring, walaupun masih banyak orangtua yang sebenarnya merasa 'kewalahan' karena harus mendampingi anak di rumah dengan keterbatasan ilmu.
Berbeda dengan mereka yang tinggal di area perkampungan yang terpisah oleh gunung atau bahkan danau, banyak orangtua yang harus bekerja di persawahan bercocok tanam untuk menghidupi keluarga, belajar daring bukan sebuah solusi bagi mereka karena selain faktor koneksi yang terbatasi, juga faktor ekonomi yang tidak mungkin terhenti.
Jadi, bagi mereka nilai efektivitas pembelajaran tidak bisa disamakan dengan anak-anak yang hidup di dengan kemudahan akses dan support finansial yang baik.
Intinya, harus ada dua sisi kebijakan untuk menentukan nilai efektifitas proses belajar daring ditinjau dari sudut kemampuan dan latar belakang anak didik.
Sangat tidak wajar jika pemerintah membuat satu kebijakan kepada dua grup dengan latar belakang masyarakat yang berbeda, sementara keduanya adalah aset aktif yang menyokong tegaknya bangsa ini secara ekonomi sampai saat ini.
Padahal, tanpa mereka di pedesaan dengan hasil pertanian yang masuk ke perkotaan, tentu hidup di perkotaan tidak akan berjalan normal. Bukankah seharusnya pemerintah memiliki kebijakan yang lebih baik kepada mereka di pedesaan?
2. Produktivitas
Poin kedua yang juga harus dipikirkan apakah output yang dihasilkan bisa produktif atau malah sebaliknya. Belajar secara daring mengharuskan peserta didik untuk lebih mandiri dalam hal fokus dan konsentrasi. Berbeda saat belajar secara tatap muka, belajar daring mengharuskan peserta didik untuk berada di tempat yang tidak bisik (nyaman) agar proses transfer ilmu bisa efektif dan ada hasil yang didapat.
Hal ini seringkali menjadi keluhan peserta didik dimana mayoritas mereka sangat sulit untuk belajar dari rumah tanpa adanya gangguan. Sehingga selama proses pembelajaran daring bisa dipastikan produktifitas bisa menurun secara drastis jika dibandingkan dengan proses tatap muka di dalam ruangan di sekolah atau kampus.Â
Faktor kesiapan belajar secara daring harus juga dijadikan sebuah indikator oleh pemerintah. Tidak fair jika pemerintah dalam hal ini menyamakan dengan negara-negara maju dimana kultur distance learning berjalan seirama dengan nilai-nilai budaya setempat.