Selanjutnya, siswa yang sudah mengetahui minat/bakat mereka diberikan kesempatan untuk mengenal kampus lebih dekat. Nah, di sinilah peran kerja sama sekolah dan kampus.
Siswa kelas 2 sekolah menengah harus sudah memiliki akses mengunjungi kampus. Tujuannya agar mereka mendapat pengalaman langsung melihat kampus dari jarak dekat dan mempelajari jurusan apa yang kelak ingin ia tuju.Â
Katakanlah dari hasil tes minat/bakat ia mendapati gambaran jurusan arsitek, maka berikan akses untuk mengunjungi jurusan arsitek dan kalau perlu beri kesempatan untuk hadir dalam perkuliahan mata kuliah tertentu 1-2 kali tatap muka.Â
Dengan adanya visitasi ke universitas, calon mahasiswa benar-benar memahami tujuan mereka. Melihat langsung proses perkuliahan juga menjadi gerbang untuk membuka sudut pandang mereka tentang kampus.
Jadi, bukan hanya belajar teori semata dari apa yang mereka dengar di sekolah. Siswa perlu tahu fakta di lapangan bagaimana sehingga keputusan mengambil jurusan hadir karena pemahaman yang baik.Â
Yang ketiga, kampus perlu membuat tes berbeda. Saya menilai tes untuk masuk ke kampus di Indonesia tidak relevan dan tidak bertujuan menghasilkan pakar. Mana mungkin kita bisa menilai calon dokter, guru, arsitek, ilmuwan dengan cara memberikan satu jenis tes yang sama? Kalau menurut saya ini sama saja seperti menyeleksi tanpa seleksi.Â
Mau diakui atau tidak, pola tes masuk kampus tidak menyaring calon mahasiswa di bidangnya, melainkan menyaring pakar yang bukan di bidangnya. Dilema hari ini adalah kita mendapati banyak sekali mahasiswa yang salah masuk jurusan.
Ada yang tujuan jadi arsitek akhirnya masuk ke fakultas keguruan, ada yang niat jadi dokter malah masuk ke jurusan pertanian, ada yang niat jadi ahli pertanian masuk ke jurusan kelautan. Akhirnya apa yang terjadi? Mahasiswa hanya kuliah untuk selesai, dapat ijazah, terus cari kerja.Â
Seberapa banyak mahasiswa yang berhasil tamat dan betul-betul menguasai bidangnya? Jawabannya sangat sedikit. Ini semua karena pola pendidikan yang salah arah.
Di sisi lain, pola pikir (mindset) kuliah yang hanya bertujuan untuk kerja, bukan untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Makanya wajar saja hari ini kita krisis ahli di bidangnya karena memang sistem pendidikan kita yang tidak terfokus pada long term plan.
Apakah kita masih bisa mengubah?