Mohon tunggu...
Tunjung Eko Wibowo
Tunjung Eko Wibowo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Berdamai Dengan Hati dari belajar menulis, membaca dan mencintai diri sendiri pasca pensiun

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Hiduplah dengan Normal agar Tidak Korslet (LGBT sebagai Potret Kebebasan yang Kebablasan)

28 November 2022   14:48 Diperbarui: 28 November 2022   14:58 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar : Paket Crayon Titi Toko Buku Gramedia

"Aku mencintaimu karena kelaminmu beda, yang mampu aku gagahi karena keindahan Tuhan. Yang aku pinang karena sayang, hingga tumbuh menjadi tuan dan puan" (@sketsakatateje)

Hidup di Indonesia itu sangat enak menurut saya, bukan karena saya terlahir di Bumi Pertiwi. Tetapi betapa indah dan beragamnya negeri ini dari segala hal yang di ciptakan oleh Tuhan. Rasa damai dan nyaman masih saya dapatkan. Namun adakah segala keberagaman yang di sarikan dalam Bhineka Tunggal Ika ada yang mengusik kita. Tentu saja itu ada, karena keberagaman yang erat itu ada sekeping yang tidak bisa menerimanya. Lumrah dan jamak hal itu terjadi, tetapi serpihan perbedaan dari sebuah keberagaman itu patut di pelihara atau tidak. Buat saya sesimple itu saja.

Akhir-akhir ini masyarakat kita diingatkan kembali tentang mirisnya keberagaman dan kesetaraan yang mungkin agak terlenakan. Kita mungkin juga baru "ngeh" saat perhelatan Word Cup Qatar 2022. Yah, dari hingar bingarnya pesta bola kita disuguhi parodi drama "pelang". Dengan dalih kesetaraan, persamaan hak dan perlakuan yang sama dengan yang lainnya. Akhirnya secara tersembunyi piala dunia dijadikan ajang kampanye dan politik berebut pengaruh tentang LGBTQ+. 

Suka tidak suka, mau tidak mau hal itu menjadikan kita sedikit berpikir masuk dalam riak yang ada. Masyarakat menilai perilaku LGBTQ+ akhir-akhir ini dinilai mulai meresahkan karena merusak tatanan masyarakat dan merusak para generasi mendatang. LGBTQ+ adalah singkatan dari Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, Queer dan lainnya. Dari hal tsb dapat kita uraikan, bahwa :

  1. Lesbian pada umumnya digunakan untuk wanita yang memiliki ketertarikan dan mengalami hal berbau percintaan dengan wanita lain atau homoseksual wanita
  2. Gay adalah istilah untuk orang yang homoseksual dan sering digunakan untuk pria yang homoseksual, akan tetapi lesbian pun bisa disebut sebagai gay
  3. Biseksual adalah ketika seseorang mengalami kebiasaan ketertarikan dalam hal percintaan atau seksual terhadap pria atau wanita (dua-duanya)
  4. Transgender adalah istilah umum untuk seseorang dengan identitas gender yang tidak sesuai dengan jenis kelamin mereka saat lahir. Istilah ini meliputi orang-orang genderqueer (orang yang tidak memiliki identitas gender/nonbiner), transpuan (transperempuan; transgender yang awalnya diidentifikasi sebagai laki-laki), trans men (kebalikan dari transpuan), dan bigender
  5. Queer mendeskripsikan identitas seksual dan gender selain heteroseksual dan cisgender. Terkadang istilah ini digunakan untuk mengekspresikan bahwa seksualitas dan gender bisa menjadi hal yang membingungkan dan berubah seiring waktu yang mana mungkin tidak sesuai dengan identitas seperti laki-laki atau perempuan, gay atau normal

LGBTQ+ secara nyata naluri kehidupan dan realitanya adalah perilaku yang menyimpang akibat pengaruh lingkungan dan pergaulan. Hal itu termasuk penyakit  dengan kelainan orientasi seksual. Dari segi dogma agama apapun bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan adalah laki-laki dan perempuan. 

Dari kalangan Islam  dijelaskan dalam Surat An-Naml ayat 54-55, Allah SWT berfirman: (ayat 54) "Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan hina itu dan kalian memamerkannya?". (Ayat 55) "Mengapa kamu mendatangi laki-laki(memenuhi) dengan nafsu(mu), bukan (mendatangi) wanita?Sungguh kamu adalah kaum yang tidak mengetahui(akibat perbuatanmu)". 

Dalam hukum di Indonesia dalam Fatwa MUI Nomor 57 Tahun 2014 tentang lesbian, gay, sodomi, dan pencabulan, dengan tegas MUI memfatwakan bahwa pelaku sodomi (liw) baik lesbian maupun gay hukumnya adalah haram dan merupakan bentuk kejahatan, dikenakan hukuman ta'zr yang tingkat hukumannya bisa maksimal yaitu sampai pada hukuman mati. Untuk umat Katolik juga mengingatkan tentang hal tsb. Seperti yang terdapat dalam 

Surat Roma 1:27 "Demikian juga suami-suami meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan isteri mereka dan menyala-nyala dalam berahi mereka seorang terhadap yang lain, sehingga mereka melakukan kemesuman, laki-laki dengan laki-laki , dan karena itu mereka menerima dalam diri mereka balasan yang setimpal untuk kesesatan mereka".  

Dalam sebuah pernyataan yang telah disetujui oleh Paus Fransiskus, kantor ortodoksi Vatikan mengumumkan pada hari Senin bahwa Gereja Katolik Roma tidak dapat memberkati pernikahan sesama jenis. Pernyataan tersebut datang dari Congregation for the Doctrine of the Faith (CDF) atau Kongregasi Doktrin Ajaran Iman Katolik, sebagai jawaban atas pertanyaan mengenai kewenangan gereja untuk memberkati pernikahan sesama jenis dan tidak memberkati dosa.

(Dalam pengambilan ayat dalam surat jika ada kekeliruan atau kesalahan mohon bisa di koreksi)

Menyikapi persoalan LGBTQ+ lebih disebabkan pengaruh lingkungan dan pergaulan pertemanan serta tidak disebabkan faktor biologis. Karena pada dasarnya seorang yang normal jika distimulus secara terus menerus melalui tontonan perilaku menyimpang, maka dia bisa tertular perilaku tersebut. 

Jika seseorang pernah diperlakukan menyimpang karena kekerasan seksual/perkosaan dengan sesama jenis kemungkinan akan melakukan hal yang sama pada orang lain., seperti balas dendam. 

Dari pandangan logika berpikir saya bahwa, masalah LGBT adalah persoalan moralitas atau etika, kewajiban moral, bagaimana sikap batin yang bertentangan dengan dirinya sendiri, masyarakat dan Tuhan. 

LGBTQ+ adalah bencana sosial yang ada di depan mata. Karena seringkali dipertontonkan melalui media dengan vulgar. Baik melalui televisi, kehidupan remaja kita bahkan iklan juga sudah mulai marak. Hal itu merupakan sebuah tontonan yang bukan sebuah tuntunan yang di benarkan.

Pemerintah harus peka dan bijak dalam kepedulian masyarakat kita yang religius. Konteks kesetaraan, kesamaan hak atau pengakuan tidak serta merta mengambil resiko dengan melawan kodrat normalnya manusia. Kekuatan moral, pijakan moral, Ketuhanan, dasar moral dan prinsip utama dalam menentukan nilai kebenaran dasar rohani negara Indonesia. 

Dari kacamata HAM sebaiknya tidak hanya mengambil dari sisi eksistensi kemanusiaannya semata, akan tetapi juga eksistensi agama dari sumber Tuhan sebagai sumber utama dasar moral tsb. Karena perilaku dari LGBTQ+ akan merusak ekosistem kehidupan manusia pola hidup dan cara berpikir manusia yang berujung pada kepunahan. 

Memikirkan tentang keberagaman dan humanisme, kebebasan individu kita harus melibatkan peran agama dan nilai Ketuhanan, karena kita masyarakat yang beragama dan percaya Tuhan.

Kita juga harus terbuka dalam berpikir, bahwa konsep kesetaraan yang diinginkan HAM disetiap negara berbeda. Sehingga harus ada penyesuaian dengan kondisi demokrasi di masing-masing negara. Karena kita Indonesia yang berdasarkan Pancasila dengan Bhineka Tunggal Ika. , yang dimana kehidupan masyarakat Indonesia tidak terlepas dari kehidupan beragama. Maka sudah menjadi kewajiban masyarakat kita bersama pengambil kebijakan untuk tidak melegalkan status kaum LGBTQ+.

 Namun kebijakan pemerintah Indonesia dengan tidak melegalkan LGBT sesunguhnya adalah demi melindungi warga negara Indonesia sendiri. Terlindungi dari eksistensi normal, terlindungi dari penyakit yang menyimpang tsb dan penyakit seksual. Juga menjaga keharmonisan dan perdamaian di tengah masyarakat Indonesia.

Peran dan Solusi Maraknya Perkembangan LGBTQ

Karena perkembangan propaganda LGBTQ+ dengan kesamaan dan kesetaraan sangat masif. Selain peran dari pemerintah dari kebijakan yang di buat, juga peran dari agamawan yang hidup di Indonesia. Karena semua agama yang ada di Indonesia secara jelas melarang berkembangnya perilaku menyimpang ini. Ketika populasi kaum LGBTQ+ semakin banyak, masyarakat umumnya baru tersadar bahwa perilaku telah mengancam keluarganya, anaknya dan remaja lainnya. 

Sementara itu perilaku menyimpang akan menumbuhkan penyakit HIV AIDS dan penyakit seksual menular lainnya yang kebanyakan menyasar kalangan remaja. Kelompok LGBT juga sudah mempunyai komunitasnya sendiri.

Mereka juga akan membuat informasi dari teknologi digital yang berkembang saat ini, untuk menambah kaumnya. Hal itu bisa di sebarkan melalui  dan terus melakukan propaganda masif untuk menambah jumlah kaumnya. Bagaimana hal itu dapat dilakukan?

1. Solusinya yang paling dasar adalah kurangi resiko yang ada dengan melakukan pencegahan dini dari dalam keluarga. Maka peran para orang tua harus benar-benar melindungi keluarga serta anak-anak dari pengaruh buruk ini. Awasi dan seringnya komunikasi agar generasi kita tetap tumbuh kembang dengan perilaku normal.

2. Pergaulan lingkungan dalam hal ini masyarakat dan warga sekitar. Dengan memberi contoh perilaku yang layak(normal) dan baik. Karena lingkungan juga berperan atas setiap perubahan. Apakah kita akan berdiam diri dari hal itu, sehingga kita di lingkungan masyarakat kita terdekat juga sebagai tameng. Jangan sampai LGBTQ+ akan menggerogoti setelah miras dan narkoba.

3. Menciptakan konsep hidup sehat dengan perilaku yang sehat, seperti kegiatan yang positif. Dari pribadi yang sehat, keluarga yang sehat maka akan tercipta konsep hidup yang sehat. Sehat secara fisik, berperilaku, berpikir dan bergaul. Termasuk menjauhi hal-hal yang mengarah pada pornografi.

4. Jika sudah merasa mempunyai kehidupan yang menyimpang, harus berobat dan konsultasi di psikiater yang tepat. Yang tentu saja harus dekat dengan Tuhan apapun kepercayaan agamanya. Menjauhi komunitas serta kegiatan yang berhubungan dengan LGBTQ+.

5. Memberikan pengertian kembali tentang orientasi seks yang benar, agar tidak makin terjerumus.

6. Kebijakan pemerintah yang tepat dan berimbang. Serta peran serta rohaniwan dan agamawan dalam memberikan jiwa keagamaan serta berKetuhanan dalam setiap kajiannya

Walaupun menjadi baik, kasih sayang, berbagi kasih, kebahagiaan berkehidupan, pencapaian karir ataupun prestasi seseorang tidak bergantung pada kelamin, agama ataupun orientasi seksual. Tetapi ingat....Tuhan menciptakan segala sesuatu hanya ada dua (laki-laki dan perempuan, kanan dan kiri, atas dan bawah, positif dan negatif)dsb. Sehingga itulah kodrat yang secara normal agar kehidupan ini langgeng. Orientasi seksual dan identitas gender bukanlah sebuah "tren". Ada sejarah yang terekam untuk setiap negara di seluruh dunia. Namun sekali lagi bahwa manusia tercipta karena identitas atas dasar hukum posistif dari Tuhan.

Salam

Tunjung(yang masih belajar menulis)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun