"Harga Rokok Melambung : Tembakau Disalahkan, Cukai Disayang" (Ajib Hamdani, Dewan Pakar&Ketua Satgas Ekonomi DPP Pemuda Tani HKTI)
Dilahirkan dari keluarga petani daerah lereng Merapi. Boleh dikatakan jadi orang, salah satunya hidup dari hasil tembakau. Dengan beredarnya pemberitaan kenaikan cukai di awal November dan hujan mulai mengguyur diberbagai kota. Sebuah anomali cuaca yang kurang begitu disenangi petani tembakau. Membuat pikiran jadi sedikit terjepit dan terusik.Â
Hidup di Kota Kretek, perokok aktif dan keluarga mertua juga karyawan salah satu perusahaan rokok, agak sedikit menggelitik. Kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun depan yang sudah di sahkan di awal bulan November 2022. Diperkirakan akan langsung berdampak pada harga di tingkat petani.Â
Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Soeseno mengatakan kondisi harga tembakau saat ini ditingkat petani telah tergerus musim kemarau basah yang menyebabkan kualitas panen menurun. Sebenarnya harapan untuk kenaikan cukai berdasar pada inflasi saat ini.Â
Kenaikan CHT biasanya akan diikuti dengan penurunan harga pembelian dari pabrikan ke petani. Ini biasa terjadi dalam beberapa tahun. Lebih-lebih kenaikannya diumumkan Oktober, itu musim pasar, biasanya harga tembakau langsung kacau, harganya tidak baik bagi petani.
Sebagai pribadi tidak terlalu terpengaruh dengan kenaikan harga. Mungkin hanya akan berkurangnya volume dalam pembelian. "Rata-rata (kenaikan tarif cukai rokok) 10%, nanti akan ditunjukkan dengan SKM I dan II yang nanti rata-rata meningkat antara 11,5% hingga 11,75%, SPM I dan SPM II naik di 11% hingga 12%, sedangkan SKT I, II, dan III naik 5%," ujar Sri Mulyani dikutip dari laman Sekretariat Presiden, Kamis (3/11).Â
Kenaikan tarif tak hanya berlaku pada CHT, tetapi juga rokok elektrik dan produk hasil pengolahan hasil tembakau lainnya (HPTL). Untuk rokok elektrik, Sri Mulyani mengatakan, kenaikan tarif cukai akan terus berlangsung setiap tahun selama lima tahun ke depan.(Sumber : Katadata Media Network, 4/11/2022)
Saat ini harga rata-rata tembakau saat musim panen mampu mencapai Rp40.000 per kg, tetapi saat ini harga di petani cukup jauh sekitar Rp23.000 per kg. Dampak kenaikan CHT akan selalu dirasakan oleh petani, karena penurunan harga pembelian dari pabrikan yang cukup tinggi. Sejak tahun 2019 tidak terdapat peningkatan pembelian tembakau untuk produksi, kalaupun ada itu cukup kecil.Â
Dengan naiknya tarif CHT, maka harga tembakau menjadi yang paling mungkin diturunkan oleh pabrik. Sedangkan beban biaya lain seperti tenaga kerja, tidak serta merta berubah atau ada PHK. Pasca pandemi harga tembakau belum bagus. Selain itu petani masih berusaha bangkit juga untuk memenuhi segala kebutuhan dan berharap harga membaik. (2.Solopos.com 6/11/2022)
Dari sisi industri rokok sendiri merupakan industri terbesar yang mampu menyerap tembakau dari petani. Industri rokok dan sektor tembakau memberikan keuntungan ekonomi yang sangat besar. Keuntungan ekonomi tersebut adalah berupa penyediaan lapangan pekerjaan.Â