Mohon tunggu...
Mas Teddy
Mas Teddy Mohon Tunggu... Buruh - Be Who You Are

- semakin banyak kamu belajar akan semakin sadarlah betapa sedikitnya yang kamu ketahui. - melatih kesabaran dengan main game jigsaw puzzle. - admin blog https://umarkayam.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Selamat, Anda Makin Dekat dengan Liang Lahat

5 September 2016   08:56 Diperbarui: 5 September 2016   17:59 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dari adhinbusro.com

Tok … tok … tok … tok … !!!!

“Masuk,” terdengar suara boss dari dalam ruangan.

Kami pun membuka pintu ruangan boss.

Surprise …. !!! Selamat ulang tahun, Pak. Semoga panjang umur dan sehat selalu …!” teriak kami bersamaan, cukup membuat boss kaget.

Kami pun bergantian menyalami boss sambil menyerahkan kue tart ulang tahun dan bingkisan mungil hasil patungan kami berempat.

“Silakan dibuka kadonya, Pak. Semoga Bapak menyukainya.”

“Siang ini kita makan siang di mana, Pak?” tanya salah seorang temanku. Pertanyaan yang lebih bersifat todongan.

“Kenapa kalian mesti repot-repot begini?”

“Maaf, Bapak nggak suka, yah?”

“Bukannya nggak suka, tapi... aduhh, gimana ngomongnya, ya?”

Kami pun jadi terdiam. Sepertinya boss tidak berkenan dengan ‘surprise’ dari kami. Kue tart dan bingkisan mungil itu hanya dipandangi dengan tatapan mata kosong.

“Kalian duduk dululah. Ambil kursi lagi di luar sana!”

Saya pun pergi ambil dua kursi lagi, karena di ruangan boss hanya ada dua kursi.

“Sebelumnya saya minta maaf jika apa yang akan saya sampaikan nanti kurang atau nggak berkenan di hati kalian. Saya harap kalian nggak salah paham.”

Terlihat boss menghela nafas. Kami pun jadi bertanya-tanya dalam hati, kira-kira apa yang akan disampaikan oleh boss. Boss pun mulai buka suara.

“Begini. Di keluarga saya nggak ada kebiasaan merayakan ulang tahun. Dari kecil orang tua saya nggak pernah merayakan ulang tahun anak-anaknya. Itu kebiasaan yang hanya buang-buang uang saja, kata orang tua saya. Mohon dimaklumi, orang tua saya hanya seorang pensiunan TNI dengan delapan anak yang jadi tanggungannya. Jadi merayakan ulang tahun tidak pernah ada dalam daftar hidup kami. Hal itu terbawa sampai saya berkeluarga. Sampai sekarang anak-anak saya nggak ada yang merayakan ulang tahunnya. Tapi, kami nggak mengharamkan atau menyalahkan mereka yang merayakan ulang tahunnya. Silakan saja, itu hak mereka. Makanya kalo ada undangan ulang tahun, kami tetap datang.”

Kami jadi terdiam, membisu. Merasa jadi serba salah. Boss pun melanjutkan petuahnya.

“Kalian tahu berapa umur saya sekarang?”

“Tahu, Pak.”

“Berapa?”

“Empat puluh lapan tahun, Pak.”

“Waahhh … hebat! Ternyata kalian memang betul-betul perhatian.”

Kami hanya bisa senyum-senyum saja.

“Sekarang gini. Kalo umur rata-rata manusia sekarang, berapa tahun?”

Kami menggelengkan kepala tanda tidak tahu.

“Kata kebanyakan orang, umur rata-rata manusia sekarang adalah sama dengan umur Baginda Nabi Muhammad SAW, 63 tahun. Anggaplah 65 tahun, biar enak ngitungnya. Berarti, jika saya ditakdirkan berumur 65 tahun, berapa tahun lagi sisa hidup saya?”

“Tujuh belas tahun lagi, Pak.”

“Betul. Nah, kalo tahun depan berarti umur saya 49 tahun. Berapa tahun lagi sisa hidup saya?”

“Enam belas tahun lagi, Pak.”

“Betul lagi. Nah, kalo tahun depannya lagi berarti umur saya lima puluh tahun. Berapa tahun lagi sisa hidup saya?”

“Lima belas tahun lagi, Pak.”

“Tepat sekali. Tahun ini tinggal tujuh belas tahun, tahun depan tinggal enam belas tahun, dua tahun lagi tinggal lima belas tahun. Jadi, hidup saya makin panjang atau pendek?”

“Makin pendek, Pak.”

“Naah, berarti ucapan ‘semoga panjang umur’ itu kurang tepat karena faktanya dengan bertambahnya tahun hidup kita justru makin pendek. Betul, nggak?”

“Betul, Pak.”

“Itu pun kalo betul umur saya 65 tahun. Gimana kalo ternyata umur saya nggak sampe 65. Misalnya hanya enam puluh atau 55 tahun. Berarti umur saya makin pendek lagi, makin dekat dengan liang lahat.”

Kami pun makin diam membisu mendengar ceramah boss. Boss pun diam sejenak memandangi kami yang diam membisu. Kami tidak menyangka kue tart dan bingkisan mungil yang kami harapkan bisa membuat suasana jadi meriah justru membuat kami jadi mati gaya.

“Lhoo … kok diam semua?”

Kami hanya bisa saling pandang. Saya pun memberanikan diri bilang sama boss.

“Ee … em … maaf kalo gitu, Pak. Kalo Bapak nggak berkenan, kue dan bingkisan ini akan kami tarik kembali.”

“Jangan. Kue dan bingkisan ini tetap saya terima untuk menghargai jerih payah kalian, yang sudah mau repot-repot begini. Sekarang, kalian mau makan di mana?”

Mendengar tawaran boss, kami pun langsung sumringah.

“Ehehehe …. Ya, terserah Bapak saja.”

“OK. Ayo, kita cari makan yang enak di luar. Tapi, nanti kamu yang bayar dulu ya, Lin. Potongkan gaji saya bulan depan.”

“Beres, Pak,” jawab Lina, kasir kami.

“Tapi, satu permintaan saya.”

“Apa itu, Pak?”

“Tahun depan kalian nggak perlu repot-repot seperti ini lagi. Bisa ‘kan?”

“Baik, Pak.”

Siang itu pun kami makan siang bersama boss di sebuah rumah makan lesehan yang nyaman dan mak nyuss! Namanya juga ditraktir …. Hehehe.

Kejadian itu hampir setahun yang lalu. Dan sebentar lagi boss akan berulang tahun lagi, yang ke 49. Sesuai permintaan boss setahun yang lalu, tahun ini kami tidak perlu mengantar kue tart dan bingkisan lagi. Kami penuhi permintaan boss. Tahun ini kami mengantar do’a dan air mata kepada boss kami. Betul apa yang dikatakan boss kami, bahwa liang lahat itu betul-betul semakin dekat.

RIP boss. You’re my inspiration.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun