Idealnya dalam perdebatan pro dan kontra, antar saling Paslon tidak boleh mengiyakan. Itu diskusi bukan debat. Jika setuju dengan basis argumentasi lawan. Tampak mulai memanas saat perdebatan ARB dan PS. Mengarah pada personal. Soal demokrasi dan mengungkit saat kontestasi DKI Jakarta PS terhadap ARB. Apalagi, jika sudah soal etika dengan adanya putusan MK dan Putusan MKK ditanyakan ARB kepada PS atas diambilnya GRR sebagai Cawapres. Bahkan sampai detik ini, suasana materi ini masih menjadi diskusi panas. Saling ungkit jasa. Tampak ARB sebagai pihak yang serba salah dalam menjawab. Akan tetapi, ditanggapi dengan elegan dan santun tanpa menjatuhkan PS.
Soal HAM bergantian memanas terjadi antara GP dan PS. Saat pihak GP bertanya soal ketegasan penyelesaian kasus HAM masa lalu terhadap PS. Walaupun GP membacakan 2 pertanyaan inti, tampak PS menjawab dengan normatif. Kurang ada perdebatan yang substantif. Dinggap isu 5 tahunan saja. Pihak GP idealnya tanpa membaca teks dan lebih mendalam untuk menguliti soal HAM pada PS. Apalagi Cawapres GP menjabat sebagai Kemenko Polhukam.
Soal UU ITE tidak tersentuh dengan baik. Cuma secara umum pihak ARB menanggapi kebebasan bersuara masih buruk dan tidak baik. Tentunya pihak PS dan GP yang pro pemerintah kontra dengan tanggapan ARB. Bukan rahasia umum, perdebatan dianggap No.1 Vs No. 2 dan No.3. Pihak di luar pemerintah dengan pihak koalisi pemerintah. Walaupun sedikit ada warna beda dari pihak GP agar tetap dianggap beda dengan PS. Walaupun sama-sama sebagai pendukung pemerintah.
Lalu apa perbaikan dalam debat selanjutnya?. Pada luar substansi, etika dan gaya berdebat. Idealnya adanya waktu lebih lama dan ditambahkan pada sesi saling bertanya dan sanggah antar Paslon. Ini menarik dan penting. Murni bertujuan untuk mengetahui isi kepala dan gagasan yang ditawarkan. Untuk diuji dan diadu dengan gagasan lawan masing-masing. Fungsi panelis juga harus dihadirkan. Bukan cuma untuk membuat soal sesuai bidangnya masing-masing. Panelis idealnya diberikan ruang untuk memberikan masukan, kritikan dan bahkan bantahan untuk menguji kualitas dari Paslon. Pada sesi panelis ini bisa dihadirkan pada awal debat atau pada akhir debat sebelum adanya closing statement dihadirkan.
Setelah masa kampanye berlangsung, tampak masing-masing Paslon mulai melancarkan strategi yang didukung dengan mesin tim nasionalnya. Pihak PS dipoles dengan "gemoy dan joget". Pihak GRR dengan gayanya "irit bicara", diam dan jarang tampil di publik. GRR dianggap kelemahan bagi PS. Apalagi melekat erat atas putusan MK. Bagi pihak AMIN, baik Capres dan Cawapres sesuai latar belakang masing-masing aktivis. Normal. Natural. Tetap sesuai sebelum resmi terdaftar di KPU. Tampak tidak ada polesan khusus yang diberikan. Cuma, bagi AMI tampak dalam bertutur kata lebih berhati-hati agar tidak dianggap blunder. Walapun maksudnya cuma bercanda. Seperti halnya jauh hari sebelum resmi ikut kontestasi Pilpres.
Pihak GP masih tetap sama dengan lebih banyak dianggap pencitraan di sosial media. Belum ada perubahan style di publik. Soalnya dianggap dapat menggaet pemilih muda. Adanya Prof MMD dapat menutupi kelemahan GP. Agar dapat masuk putaran selanjutnya. Jika narasi itu diteruskan. Akan berat. Terkhusus soal narasi pada khalayak ramai. Khusus bagi Prof MMD, terkadang saat memberikan statement publik bingung membedakan saat sebagai Cawapres atau sebagai dalam kapasitas Menko Polhukam. Tampak dalam beberapa pernyataannya soal hukum terkadang direvisi. Dilema memang soalnya dalam 2 posisi yang berbeda. Dalam keadaan tertentu dituntut sebagai Cawapres kritis terhadap pemerintah. Pada dimensi yang lain, masih sebagai bagian pemerintah. Idealnya tetap objektif dalam bingkai hukum. Jika ini dipertahankan dapat menaikan elektabilitas yang masih turun drastis.
Visi dan Misi Paslon
KPP
Pemaknaan dan arah gerak "perubahan" selalu didukung dan dinarasikan yang rata-rata kontra dalam setiap kebijakan dari pemerintah. Khususnya soal adanya dekadensi demokrasi dan terpuruknya hukum. Pada Timnas ini soal tim hukum lebih terstruktur dan banyak pihak yang dilibatkan. Dari berbagai kalangan akademisi, praktisi, aktivis dan lain-lain. Dengan adanya pelibatan dari berbagai unsur hukum selain arah hukum akan menjadi prioritas bisa jadi akan dijadikan tameng buat mengevaluasi jika adanya dugaan unsur pelanggaran hukum selama proses Pemilu 2024.
KIM
Proses "keberlanjutan" menjadi tagline dari KIM. Semua dan tidak ada yang dianggap tidak baik dari pemerintahan Presiden Jokowi. Parpol koalisi pemerintah lebih condong dan banyak berkumpul dalam KIM. Dalam berbagai bentuk dan cara selalu menjual nama dan gagasan dari setiap kebijakan dari pemerintah untuk disebar luaskan terhadap masyarakat.