Khususnya soal ini ada pada BAB IV Â tentang Tindak Pidana Terhadap Penyelanggaraan Rapat Lembaga Legislatif dan Badan Pemerintah. Norma hukum pada bab ini merupakan awal imunitas yang berlebihan yang diberikan terhadap lembaga legislatif. Imunitas dalam hal tertentu boleh saja. Cuma jika dalam hal dalam pembuat kebijakan ditutup tidak boleh dikritik. Ini yang tidak dibenarkan.
Dalam Pasal 240 dan 241
 Pada BAB V tentang Tindak Pidana Pada Ketertiban Umum khususnya pada paragraf 2 tentang Penghinaan Terhadap Pemerintah. Kritikan pada pemerintah apakah dianggap penghinaan?. Tendensius dan multi tafsir.Â
Norma hukum ini tentunya diarahkan pada kelembagaan bukan personal anggotanya (Presiden dan Wakil Presiden serta para jajarannya). Jika anggota tentunya berupa delik aduan. Lalu pertanyaannya?. Kelembagaan pemerintah wajar jika dapat nilai dari publik untuk mendapat kritikan dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.Â
Apalagi ini menyangkut kelembagaan Presiden dalam arti pemerintah?. Jika kritik dianggap menghina?. Apakah publik tidak boleh memberikan masukan atau mengkritik pemerintah yang dianggap kinerjanya buruk?.
 Ancaman demokratisasi pada space ini sangat nyata. Rakyat justru ditakuti dengan adanya norma hukum ini. Bukan diberikan ruang untuk memberikan kritikan yang konstruktif. Rakyat dipaksa hanya menganggukan kepala terhadap kebijakan pemerintah. Hanya disuruh diam. Tanpa boleh bicara.
Dalam Pasal 351 dan 352
Secara umum pada BAB IX tentang Tindak Pidana Terhadap Kekuasaan Umum dan  Lembaga Negara. Adanya norma hukum ini khususnya pada pasal 351 dan 352 akan memberikan rasa takut pada warga negara untuk memberikan masukan dan kritikan jika ada lembaga negara yang tidak dapat menjalankan tugas dan wewenangnya.Â
Lalu apakah jika ada lembaga negara yang kurang baik kinerjanya secara kelembagaan masyarakat tidak dapat memberikan masukan agar lebih baik lagi?. Inilah upaya pembungkaman suara itu ada dan nyata.
Dalam Pasal 607 dan 608
Khusus pada BAB XXXV tentang Tidak Pidana khusus. Ada pada bagian ketika terkait tindak pidana korupsi. Jerat hukum bagi koruptor paling singkat hanya 2 tahun saja?. Hal ini mengalami kemunduran. Walaupun dalan tindak pidana korupsi sebagai bagian pidana khusus lebih ditekankan pada UU Tipikor, tetapi KUHP juga akan menjadi pertimbangan bagi hakim.Â