Mohon tunggu...
Mas Say
Mas Say Mohon Tunggu... Dosen - Pemuda Indonesia

Diskusi: Kebangsaan dan Keindonesiaan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Selamat Datang 5 Komisioner KPK, Kontroversi dan Pemberantasan Korupsi!

13 September 2019   21:25 Diperbarui: 13 September 2019   21:36 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sedikit flash back, sekitar 348 pendaftar Capim KPK jilid 5. Ada 192 (Lolos Administrasi), 104 (Uji Kompetensi ke-1), 48 (Uji Kompetensi ke-2). 

Setelah melalui beberapa tahapan tanggal 30 Agustus 2019 diumumkan 10 orang terpilih dari 20 (Uji Profile Assestment) yang telah melakukan test akhir wawancara (27 Agustus 2019). 

Diserahkan pada Presiden (2 September 2019). Sebelum diserahkan pada Presiden publik punya hak untuk menilai. Khususnya saat pasca Profile Assestment. Inilah peran dan celah publik.

EMBRIO KONTROVERSI PUBLIK

Ada 10 orang yang sebelum berada di tangan Presiden, terkesan didominasi oleh Polri. Setelah 10 orang ini hampir merata dari semua instansi. Dari unsur KPK, Polri, Jaksa, Advokat, Hakim, 2 Dosen, 2 PNS dan 1 Auditor. 

Saat itulah bola panas ada di tangan Presiden. Lalu apakah Presiden berhak mencoret atau mengganti?. Dalam pandangan saya, ketika dalam acara diskusi atau menjawab pertanyaan dari berbagai pihak. Saya katakan bisa. Apa alasannya?. UU KPK dan Keppres No.54 Tahun 2019 tentang Pansel Capim KPK. Itulah celah Hak Prerogatif Presiden melekat dengan sendirinya. Bersifat inhern.

Sangat rasional memang bahwa KPK linear dengan posisi Presiden sebagai quasi eksekutif. Bahkan posisi Presiden juga pernah dikuatkan dengan putusan MK No.36/PUU-XV/2017. 

Ini juga legitimasi, Presiden harus menjadi garda terdepan dapam pemberantasan korupsi. Caranya seperti apa? Misalkan, ada 2 orang yang dianggap Presiden memiliki catatan buruk dan setelah mempertimbangkan masukan publik?. Presiden berhak mengganti. Pergantian tersebut tetap melalui Pansel Capim KPK dengan mencari 2 nama lagi. 

Presiden tidak bisa mengganti dengan sistem penunjukan nama pengganti di luar dari Pansel Capim KPK.  Alhasil, 10 orang tersebut tetap diterima dan bola panas diserahkan pada DPR. Tanggal 5 September 2019 Presiden resmi menyerahkan.

Terjadinya conflict of interest muncul saat polemik LHKPN. Dilanjut 4 orang Polri (terbanyak)?. Adakah titipan?. Bukan persolan dari Polri/Jaksa atau yang lain. Soalnya adalah pada integritas dalam pemberantasan korupsi. 

Jejak rekam dalam pemberantasan korupsi. UU KPK tidak mengatur penyidik independent secara jelas. Bukan persoalan lembaganya, tapi personalnya. Oknumnya. 

Pada dasarnya lembaga adalah baik. Lalu jika masih dipertahankan akankah nanti akan ada kasus Cicak vs Buaya versi ke-4 terjadi lagi?. Ini masih dalam ruang konflik prosedural saja. Semua belum terlambat diatasi saat itu.

PROSES SELEKSI

Konflik kepentingan akan benar teruji (konflik substansial) saat 10 orang berkontestasi di Komisi III DPR untuk jadi 5 orang. Proses ini berlangsung selama 2 hari tanggal 11 dan 12 September 2019. Apakah ukuran Komisi III DPR menerima atau menolaknya?

Apakah yang linear dan 1 frame dengan menerima Revisi UU KPK akan diterima?. (dapat disimak sendiri saat Fit and Proper Test berlangsung). Ini realistis konstruksinya memang seperti itu. 

Ini sebenarnya bukan ukuran terpenting. Wajar saja DPR adalah lembaga politik, akan mengambil kebijakan yang sejalan dengan kehendak mereka. Idealnya ukuran utamanya adalah menggali secara detail tentang integritas dan moralitas dari masing-masing Capim KPK. Bukan setuju dan tidaknya Revisi UU KPK.

Itu semua sudah berakhir. Setelah proses 2 hari, tanggal 12 September 2019 malam langsung diadakan pemilihan. Musyawarah deadlock. Akhirnya disepakati dengan voting. Ada 2 tahap. Voting ke-1 memilih 5 komisioner dengan suara terbanyak. Voting ke-2 memilih Ketua KPK. 

Ada 56 suara pemilih. Pada voting ke-1 terpilih 5 orang (Firli Bahuri (Polri): 56 suara, Alexander Marwata (KPK): 53 suara, Nurul Ghufron (Dosen): 51 suara, Nawawi Pomolango (Hakim): 50 suara dan Lili Pintauli Siregar (Advokat): 44 suara). Tanpa voting lagi, langsung aklamasi dan musyawarah ditetapkan Ketua KPK adalah Firli Bahuri.

ANTARA KONTROVERSI DAN PEMBERANTASAN KORUPSI

Kritikan keras dari publik bahkan dari internal KPK tertuju pada Ketua KPK terpilih sekarang?. Kenapa justru malah terpilih dengan suara mutlak?. Bahkan kritikan muncul sejak awal proses seleksi. Terjadi resistensi publik. 

Indikasi dan stigma memang ada titipan dari Polri muncul. Sekarang terbukti. Apakah linear dengan kritikan publik?. Ini faktanya. Ada dampak buruk, dalam pandangan saya yaitu 1. Ketua KPK akan menimbulkan konflik internal di KPK. 

Apalagi penyidik dan pegawainya pun sempat menolak. Bahkan saat proses uji kelayakan berlangsung, KPK umumkan terjadi pelanggaran etik dari Ketua KPK terpilih. 

Ratusan penyidik dan pegawai menolak Ketua KPK terpilih. 2. Potensi kisruh Cicak vs Buaya jilid 4 bakal terjadi. 3. Terjasi konflik kepentingan jika dalam penanganan kasus korupsi.

Lalu idealnya seperti apa?. Apakah upaya pemberantasan korupsi akan melemah?. Belum dapat diambil kesimpulan. Tidak boleh apriori sekarang. Kerja saja belum. Tentunya kita juga tidak boleh justifikasi awal. Akan tetapi, juga tidak ada salahnya perlu kita awasi. 

Catatan kontoversi sejak awal seleksi sampai terpilihnya bisa menjadi tolak ukur awal akan seperti apa pemberantasan korupsi nanti. Tentunya ini bukan ukuran satu-satunya, masih ada variable lain. 

Ketua KPK terpilih, idealnya dapat meyakinkan para penyidik dan pegawainya di internal KPK sebagai awal pemberasan internal. Jika internal beres dan clear, maka upaya pemberantasan korupsi dapat berjalan baik.

Apa pun itu. Mekanisme seleksi sudah terlewati (Pasal 29 dan 30 UU KPK). Publik juga dapat menilai dan terlibat. Kita awasi dan tunggu bersama kinerja KPK periode 2019-2013. 

Kita kasih kesempatan dulu terkait kontroversi, khususnya muncul dari Ketua KPK sendiri. Pembuktian kinerja nanti sebagai jawaban atas keresahan publik. Kita kawal pemberantasan korupsi sejak lahirnya pimpinan KPK. Lembaga hukum pemberantasan korupsi terpercaya publik adalah KPK. Kita wajib mengawalnya.

Penulis : Saifudin/Mas Say

Akademisi, Praktisi (Constitutional Lawyer), Pakar Muda Hukum Tata Negara, Aktivis, Pegiat demokrasi dan Pegiat anti korupsi (pada "Lembaga Demokrasi Anti Korupsi, DISKUSI")

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun