Kedatangan dua ekor panda ini kemudian memicu tingginya antusiasme masyarakat Indonesia. Tercatat bahwa pada tahun 2017 terdapat total 1.765.336 pengunjung Taman Safari Indonesia dari kalangan domestik hingga internasional, yang kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2018 menjadi 1.782.416 (Rossi, 2020, dikutip oleh Mayangsari, dkk, 2021).
Kendatipun disambut antusiasme dari masyarakat Indonesia, seperti yang dilansir dari Liputan6.com, kedatangan dua ekor panda ini kemudian menimbulkan kekhawatiran, terutama terkait mahalnya biaya perawatan yang ditaksir mampu mencapai US$ 1 juta atau Rp13 miliar per tahunnya.Â
Bahkan, sejumlah US$ 400 ribu atau Rp5,4 miliar pun wajib dibayarkan kepada pemerintah Cina sebagai biaya konservasi apabila panda berhasil berkembang biak.Â
Tidak sampai di situ saja, ketika berusia dua tahun, anak panda tersebut harus dikembalikan ke negara asalnya. Dengan demikian, tidak heran banyak pihak yang mengkritik diplomasi panda sebagai "investasi yang tidak berguna".
Walaupun begitu, diplomasi panda telah berhasil menyikapi status hewan ini yang dulunya terancam punah.Â
Dilansir dari Republika.com, keseriusan Cina dalam melestarikan hewan endemik ini dengan mengupayakannya sebagai media diplomasi juga turut mengubah status panda dari "terancam punah" menjadi "rentan" dengan jumlahnya di alam bebas mencapai 1.800 ekor.Â
Hal ini dapat dijadikan pembelajaran bersama, mengingat betapa berkomitmennya Cina akan salah satu kekayaan nasionalnya tersebut.Â
Dengan diplomasi panda ini, kita juga dapat meningkatkan wawasan dan kesadaran akan pentingnya kepedulian terhadap hewan-hewan yang terancam punah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H