Saya sependapat dengan prof Felix. Bahwasanya semua lingkungan kerja itu toksik. Ada saja rekan kerja yang bikin gerah suasana kantor.
Semuanya terpulang kepada kita. Sanggupkah kita beradaptasi dengan lingkungan kerja? Dapatkah kita berdamai dengan suasana toksik?
Ketika bekerja di perusahaan yang bergerak di bidang landscape. Saya merasakan betul betapa toksiknya situasi kantor. Apalagi di bagian marketing.Â
Bukan hanya kata-kata toksik yang bersliweran setiap saat. Tapi fenomena saling sikut begitu kentara. Berebut order.
Di lingkungan sekolah pun tetap ada. Masih ingat kan cerita saya. Begitu mulai ngajar langsung diberikan tugas mengampu pelajaran Hukum Perdata Dagang?
Beruntungnya saya selalu kalem menyikapinya. Santuy aja. Badai pasti berlalu. Tidak selamanya laut bergelombang.
Berikut 3 langkah yang saya lakukan untuk menyiasati lingkungan kerja yang toksik.
Pertama, ambil hikmahnya.
Seiap kejadian selalu ada hikmahnya. Begitu saya memegang prinsip. Ikuti hembusan anginnya. Yang terpenting kita harus punya pijakan yang kuat.
Kalau kita kuat menapak. Kuatnya hembusan angin tak akan mampu menggoyahkan kita. Eh kok puitis ya?
Kedua, pelajari keadaan.
Setiap lingkungan kerja pasti punya aturan dan budaya kerja tersendiri. Kita tidak bisa merubah budaya kerja yang sudah terbentuk. Apalagi bagi yang baru bergabung di lingkungan kerjanya.
Yang dapat kita lakukan adalah ikut mewarnainya. Tentukan bagian mana yang bisa kita ikut menggoreskan warna.Â
Ketiga, timba pengalaman.
Jadikan setiap lingkungan kerja untuk menimba pengalaman. Jangan terpaku pada disiplin ilmu yang kita punya. Jangan pula alergi mempelajari yang di luar bagian pekerjaan kita.
Makin kaya wawasan dan pengalaman. Makin terbuka kesempatan untuk kita mengembangkan potensi dan karir.Â
Pada saat mengajar di sekolah swasta. Saya bukan hanya melulu mengajar. Tapi saya mencoba menyelami manajemen pengelolaan sekolah. Baik masalah sumber daya manusia maupun pengelolaan keuangan.
Bahkan sedikit nimbrung membedah dan mengembangkan kurikulum. Sekedar menambah wawasan saja. Siapa tahu di belakang hari ada manfaatnya.Â
Begitu saya berpikirnya. Sederhana itu. Imbasnya toksik-toksik di lingkungan kerja terhempaskan sendiri.
Maaf. Hanya tulisan retjeh!
Jkt, 240521
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H