Mohon tunggu...
Mas Sam
Mas Sam Mohon Tunggu... Guru - Guru

Membaca tulisan, menulis bacaan !

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kucing Garong Melompat Melalui Jendela

21 Oktober 2020   06:19 Diperbarui: 21 Oktober 2020   06:37 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam ini adalah malam pertamaku. Tapi tidak untuk istriku. Malam yang sudan aku nantikan selama 40 tahun.

Aku memang tergolong terlambat kawin. Aku terlalu asyik mengurusi adik-adikku dan orang tuaku, terutama ibu.

Aku harus bekerja membanting tulang untuk dapat menyekolahkan adik-adikku. Alhamdullah ketiga adikku sudah lulus sarjana semuanya. Aku merasa lega. Beban tanggunganku sudah bebas.

"Bapak nitip adik-adikmu. Jaga mereka dengan baik !", wasiat bapak sebelum meninggalkan kami.

Sebagai anak laki-laki, sebagai anak tertua juga aku harus menggantikan peran bapak menjadi tulang punggung keluarga.

Setelah lulus SMA aku tidak melanjutkan kuliah. Aku harus mencari uang untuk menghidupi keluarga. Aku harus melaksanakan pesan terakhir bapak.

Aku pun merintis usaha. Karena hanya dengan berusaha sendiri aku bisa mendapatkan uang yang banyak. Kalau aku bekerja pada orang lain hasilnya akan terbatas, begitu pikirku.

Dengan ketekunan akhirnya aku berhasil. Aku menjadi pengusaha yang sukses. Aku bisa menyekolahkan adik-adikku hingga ke perguruan tinggi. Aku juga bisa membahagiakan ibu.

"Kapan mas menikah?", kata adik bungsuku.

"Iya ibu sudah kepengin mengendong cucu dari anamu."

"Dua adikmu sudah berkeluarga dan punya anak. Sekarang giliran kamu." Ibu menasehatiku.

"Iya mas ntar keburu tua", adikku si bontot menimpali. Sekarang dia yang merawat ibu sambil praktek dokter di rumah.

"Apa ibu harus carikan wanita untuk menjadi istrimu", tanya ibu.

"Mas tinggal pilih wanita seperti apa yang mas mau. Tidak ada wanita yang bakal menolak pinangan seorang pengusaha sukses seperti mas", adikku memberi semangat.

Aku menghela nafas. 

                             **

"Tidak salah pilih kamu?" tanya ibuku ketika aku mengutarakan niat untuk menikahi seorang janda.

"Emang nggak ada wanita yang lain apa mas", adikku ikutan tanya.

"Saya sudah mantab bu", jawabku mantab.

"Kalau itu pilihan kamu, ibu hanya bisa merestui."

"Nggak dipikir-pikir lagi mas?" adikku menambahi.

Begitulah esok harinya aku mengenalkan calon istriku kepada ibu dan adikku. Betapa mereka terkejutnya demi melihat calon istriku.

Sri adalah seorang janda kembang yang ditinggal mati suaminya. Sudah bertahun-tahun dia hidup sendirian. Dia sudah yatim piatu. Selama ini dia hidup mengandalkan warusan dari suaminya.

Sudah tidak terbilang berapa banyak laki-laki yang berusaha mendekatinya. Bahkan beberapa di antaranya dengan terang-terangan telah melamarnya. Tapi dia tidak bergeming. Katanya dia tidak ingin mengkhianati cintanya kepada suaminya.

Entah kenapa ketika aku memberanikan diri mendekatinya dia memberi lampu hijau. Katanya dia mendapatkan wangsit dari mendiang suaminya untuk mengakhiri kesendiriannya.

"Menikahlah Sri. Aku rela kamu menikah lagi. Lagi pula aku sudah tenang di sini", begitu pesan yang diterima lewat mimpinya.

Aku memilihnya bukan karena kecantikannya atau kemolekan tubuhnya. Aku lihat dia begitu keibuan dan lembut. Aku berharap selain bisa mengurusi aku, dia juga bisa merawat ibu. Sebentar lagi adikku juga akan menikah pasti setelah menikah akan mengikuti suaminya. Jadi kalau ada Sri aku tidak khawatir dengan ibu.

Hari yang ditunggu pun datang. Kami menikah dengan sederhana. Dia memang meminta untuk tidak dipestain. Katanya lebih baik uangnya disimpan untuk berjaga-jaga kalau ibu sewaktu-waktu memerlukan biaya.

Kami menuruti saja permintaannya. Kami setuju dengan pemikirannya. Padahal kalau mau aku bisa mengadakan pesta besar-besaran. Rekan-rekan bisnisku pastilah akan dengan suka rela menyokong keperluan pestaku. Tapi aku lebih mwngikuti jalan pikiran Sri.

                             **

Ketika malam menjelang larut dan tamu-tamu sudah beranjak pulang kami memasuki kamar peraduan. Kami naik ke atas ranjang dengan sedikit kekakuan. Terutama aku.

Sri yang pernah melewati malam pertama lebih tenang sikapnya. Pelan-pelan dia mendekatiku. Dengan penuh kelembutan dia mengelus wajahku. Dia menciumku dengan penuh kenesraan.

Praaang, suara benda jatuh mengagetkan kami. Seekor kucing warna coklat melompat lewat jendela.

Kami berpandangan. Kami tersenyum. Kami segera menghangatkan malam yang semilir lewat jendela yang terbuka ditabrak kucing!

Jkt, 211020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun