Begitulah esok harinya aku mengenalkan calon istriku kepada ibu dan adikku. Betapa mereka terkejutnya demi melihat calon istriku.
Sri adalah seorang janda kembang yang ditinggal mati suaminya. Sudah bertahun-tahun dia hidup sendirian. Dia sudah yatim piatu. Selama ini dia hidup mengandalkan warusan dari suaminya.
Sudah tidak terbilang berapa banyak laki-laki yang berusaha mendekatinya. Bahkan beberapa di antaranya dengan terang-terangan telah melamarnya. Tapi dia tidak bergeming. Katanya dia tidak ingin mengkhianati cintanya kepada suaminya.
Entah kenapa ketika aku memberanikan diri mendekatinya dia memberi lampu hijau. Katanya dia mendapatkan wangsit dari mendiang suaminya untuk mengakhiri kesendiriannya.
"Menikahlah Sri. Aku rela kamu menikah lagi. Lagi pula aku sudah tenang di sini", begitu pesan yang diterima lewat mimpinya.
Aku memilihnya bukan karena kecantikannya atau kemolekan tubuhnya. Aku lihat dia begitu keibuan dan lembut. Aku berharap selain bisa mengurusi aku, dia juga bisa merawat ibu. Sebentar lagi adikku juga akan menikah pasti setelah menikah akan mengikuti suaminya. Jadi kalau ada Sri aku tidak khawatir dengan ibu.
Hari yang ditunggu pun datang. Kami menikah dengan sederhana. Dia memang meminta untuk tidak dipestain. Katanya lebih baik uangnya disimpan untuk berjaga-jaga kalau ibu sewaktu-waktu memerlukan biaya.
Kami menuruti saja permintaannya. Kami setuju dengan pemikirannya. Padahal kalau mau aku bisa mengadakan pesta besar-besaran. Rekan-rekan bisnisku pastilah akan dengan suka rela menyokong keperluan pestaku. Tapi aku lebih mwngikuti jalan pikiran Sri.
               **
Ketika malam menjelang larut dan tamu-tamu sudah beranjak pulang kami memasuki kamar peraduan. Kami naik ke atas ranjang dengan sedikit kekakuan. Terutama aku.
Sri yang pernah melewati malam pertama lebih tenang sikapnya. Pelan-pelan dia mendekatiku. Dengan penuh kelembutan dia mengelus wajahku. Dia menciumku dengan penuh kenesraan.