Bapakku meninggal ketika aku masih dalam kandungan. Menurut cerita ibu, bapak meninggal karena sakit paru-paru dan tidak mampu berobat ke dokter.
Aku dibesarkan oleh seorang ibu yang bekerja sebagai buruh tani. Setelah membantu kerja pada juragan, ibu mendapatkan upah sedikit hasil panenan. Upah yang tidak seberapa itu yang menghidupi kami.
Setelah dewasa dan merasa cukup kuat untuk bekerja aku meminta ijin kepada ibu untuk merantau ke kota. Awalnya ibu tidak mengijinkan tetapi aku bisa meyakinkan ibu sehingga akhirnya ibu mengijinkan aku pergi ke kota.
"Aku ingin mengubah nasib keluarga kita bu".
"Terus kamu mau tinggal sama siapa le?", tanya ibu mengawatirkan keselamatanku.
"Aku laki-laki bu. Bisa tinggal di mana saja", jawabku mantab.
Dengan menumpang truk yang membawa hasil panenan dari kampung aku meninggalkan kampung halaman. Aku bertekad untuk meraih impian dapat membahagiakan ibu yang sudah demgan susah payah membesarkan aku.
Sesampainya di kota aku harus menerima kenyataan pahit. Kota besar ternyata tidak ramah terhadap orang miskin dan tidak bermodalkan apapun seperti diriku.Â
Beberapa malam aku terpaksa tidur di emperan toko. Malam berikutnya aku tidur di los pasar tradisional. Sampai akhirnya tidur di rumah kardus.
Pekerjaan apa saja aku lakukan demi mendapatkan sebungkus nasi warteg. Malam hari bongkar muat barang-barang di pasar. Pagi-pagi jadi kuli angkut. Pada siang harus menjadi pemulung kardus-kardus bekas.
Sampai beberapa waktu kemudian aku tersadar dengan cita-citaku datang ke kota.