Ya ampun, pak suami tergopoh gopoh dengan wajah bingung, menggendong Dedek,  tangan satunya menuntun Kakak, yang usianya  3 tahun. Hari itu hari Minggu, jadi  pak Suami memang sedang di rumah.
Suara Dedek menggema di ruang pertemuan. Aku segera bangkit.
"Maaf bu RW, ini dari tadi sejak bangun tidur  tidak berhenti menangis. Dedek masih menyusui, biasanya minta ASI.... Mohon ijin istri saya pulang dulu," pak suami  memohon-mohon.
Kakak, anak yang besar tiba-tiba saja lepas dari pegangan tangan suami, menghampiri meja  di ruangan. Mengambil kue-kue yang disajikan, tak sengaja menumpahkan minuman.
"Ibu-ibu, kami mohon maaf atas kekacauan ini,  ijin pulang dulu. Dedek  harus saya  susui dulu,"  dengan  santun  saya  mohon ijin.
Kami meninggalkan ruangan,  sekilas  tampak  ibu-ibu saling berpandangan satu sama lain.
Malamnya, Pak RW dan bu RW datang lagi ke rumah kami. Dengan misi yang sama seperti sebelumnya. Disambut oleh suara tangis Kakak yang sedang rewel.
"Maaf ibu dan bapak. Anak saya sedang kurang sehat, jadi minta dikeloni terus."kakak duduk di atas pangkuan suami.
"Jadi begini pak, tadi pagi  sudah  kami sampaikan  permohonan kami agar istri bapak berkenan menjadi Ketua PKK," mereka mengulang kembali  permintaan dan alasannya.
"Baik terimakasih atas kepercayaan bapak dan Bu RW kepada istri saya. Namun bagaimanapun, semua  terserah keputusan istri saya," suami  akhirnya  menggendong kakak  yang rewel karena badannya panas.
Saya diam sejenak , menghela nafas.