Sifatmu apa adanya, Â tak pandai basa-basi.
Makanya aku tak pernah merasa perlu mengatakan rencana dan asa  sesungguhnya. Tidak bakalan kamu berpaling ke lain hati.  ….
Seperti  segumpal resah  , selalu saja gejolak  diamku semakin  liar , dan bertambah liar… dalam hitungan masa.
Matahari selalu surut seraya menyisakan  cemas yang baru. Dan  sekepal rindu yang baru. Dan terus menggunung hingga tak terukur lagi banyaknya.
Aku ingin meneriakkan  rasa  dari balik  jeruji yang aku  ciptakan sendiri. Agar gemanya melambung , menyatu dalam batinmu.
 Pada sebuah  senja, di puncak kemarau  kering, langit berwarna  jingga.  Dengan gemetar aku menekan tombol bel rumahmu.  Ketika ibumu mengembangkan senyum mempersilahkan aku duduk,  gemetarku mereda.
Setelah  2 tahun  tak pernah  mendatangimu, bahkan aku selalu jual mahal menyapamu lewat media sosial. Bahkan aku berharap kamu yang  aktif menyambangi diriku…. Seperti banyak  perempuan masa kini….. Keangkuhanku meremehkan  hatimu. Kebodohanku,  mengira  kamu akan  kalah dan  mengungkapkan cinta lebih dulu kepadaku.
Sengaja aku permainkan hatimu, berharap  kau merindu aku. …… Tapi sepertinya aku kalah telak sekarang.
Bisu sangat  ruang tamu yang aku rindukan ini .
Jantungku tak keruan  debarnya. Kala  kulihat sepasang kilau bening  sejuk menatapku. Tatapan  yang terlalu lama aku rindukan.
Seperti  dapat segelas es krim di tengah hari,  kamu  duduk tersenyum. Tulus, teduh, jujur…..  sangat indah…indaaah sekali.