Abah marah dan memukul Bunda. Seperti sering ia lakukan dulu demi membela ibunya. Abah selalu dihantui ketakutan dan rasa berdosa jika ia menyayangi istri. Seolah ia tengah mengkhianati ibunya.
Maafkan Inna sayang, ini malam-malam Ramadhan terakhir. Bunda merindukanmu…. Bunda ingin minta maaf karena kemarahan itu….
Gema takbir melantun dari langgar. Kau menangis tersedu sayang. Mengapa saling memaafkan harus menunggu sebuah tragedi dulu terjadi….?
“Bunda…. Besok hari Raya Iedul Fitri, tunggu Inna ya Bunda…. Tunggu Aa. Kami rindu menziarahi makammu…. Nanti setelah menjenguk Abah di penjara…., Abah menyesali perbuatannya… setelah kau tiada… Nenek , Uak dan Bibi, mudah-mudahan mereka juga menyesal… …. ” suaramu pilu terisak.
Lantunan ayat suci Al Qur’an itu menjadi cahaya kesejukan yang menyelimuti Bunda. Binar kedamaian dari sejuta doamu sayang.
Setidaknya , sesal dan maaf itu akhirnya terbit juga di hati ayahmu dan keluarga besarnya sayang. Percayalah, Bunda selalu memaafkan kalian, sepedih apapun Bunda disakiti.
NB : Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community (sertakan link akun Fiksiana Community) Fiksiana Community
Silahkan bergabung di group FB Fiksiana Community
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H