Tanpa disadari, Mas Karjo mengepalkan tinjunya, seraya menggebrak meja yang ada di ruang depan rumahnya, sembari berteriak histeris, seolah ingin melampiaskan beban kekesalannya.
Sang istri, Sulastri yang sedang berada di dapur, seraya tergopoh-gopoh berlari ke ruang depan, untuk menenangkan suaminya yang sedang kesal.
 "Sabar, toh, Pak.., istigfar Pak, "Sulastri berkali-kali menenangkan suaminya.
Berbagai nasehat dan untaian kata-kata yang begitu lembut dan sejuk meluncur dari mulut Sulastri, sehingga Mas Karjo terhentak dalam kesadarannya, seolah badanya luluh, tak berdaya. Keduanya, seraya berdo'a, memohon kesabaran, ampunan dan pilihan jalan yang terbaik dari Sang Pengatur Alam Semesta.
Politik tetaplah politik, istilah "muwur" atau money politik dalam moment Pilkades disebagian wilayah di desa-desa masih sangat kental, sulit dihilangkan. Dan ini yang sangat merisaukan Mas Karjo, niatnya maju dalam Pilkades semata-mata, niat tulus ingin berkontribusi untuk kemajuan desanya, bukan sekedar mencari jabatan atau kekuasaan semata. Tetapi lagi-agi politik tetaplah politik, kata beberapa kerabat Mas Karjo yang sejak awal sudah memberikan wejangan ketika dirinya akan maju dalam Pilkades.
Hati kecil Mas Karjo bergejolak, miris, melihat realita dan permainan politik ditingkat desa yang sedemikian sadis, terbesit keinginanya untuk mundur dari pencalonannya dalam Pilkades tersebut, namun sudah tidak memungkinkan, karena ibarat menyeberang sungai dirinya sudah kepalang basah. Namun Mas Karjo tetap berprinsip, tidak akan ikut menghayutkan diri dalam aliran sungai, walaupun aliran air sungai itu begitu deras dan liar. Ini prinsip, jelas Mas Karjo meyakinkan dirinya.
Hari 'H' waktu yang ditunggu-tunggu oleh seluruh warga desa tiba, pemungutan suara Pilkades berjalan lancar. Setelah dilakukan perhitungan suara, ternyata Mas Karjo meraih suara terbanyak, memperoleh 51% suara. Begitu diumukan, suasana riuh menggema, terutama dari kaum "emak-emak" yang selama ini menjadi pendukung utama Mas Karjo bersorak ria, seolah ingin mengumandangkan kemenanganya.
Atas inisiatif "emak-emak" pula, Mas Karjo diarak keliling kampung menggunakan gerobak motornya yang biasa untuk berjualan sayur, agar seluruh warga desa mengerti dan paham  sosok yang akan memimpin  desanya, dan bagi Mas Karjo sendiri peristiwa ini tidak pernah akan dilupakan sepanjang hidupnya.(*)
Kalisari, 06 Agustus 2019
TENTANG PENULIS:Â
RATMAN ASPARI, anggota Persaudaraan Jurnalis Muslim Indonesia (PJMI), dan bergiat dalam Komunitas Sastra Alinea Baru, serta Pendiri Rumah Baca Asah Asih Asuh. Tulisan-tulisanya, dimuat diberbagai media online, beberapa naskah yang pernah diterbitkanya : Buku "Bekal Dasar Menjadi Wartawan Profesional" (Fath Publishing, 2013) serta Sajak dan Pusisinya dimuat dalam Antologi Puisi Penyair Nusantara "Kutulis Namamu di Batu" (Alinea Baru & Intishat Publishing, 2018). Untuk korespondensinya bisa melalui, e-mail : ratmanaspari22@gmail.com atau w_suratman@yahoo.co.id Twitter : @wsuratman dan IG :Â