Mohon tunggu...
Ratman Aspari
Ratman Aspari Mohon Tunggu... Jurnalis - baca-tulis-traveling

abadikan hidupmu dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dari Tukang Sayur Menjadi Lurah

1 November 2019   16:30 Diperbarui: 1 November 2019   16:38 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

"Mohon doa restunya Pak dan Ibu, saya mau mendaftar jadi lurah, bulan Nopember tahun ini akan dibuka pendaftaran calon lurah dikampung," begitu bunyi pesan singkat melalui WA dari HP Mas Karjo kepada bapaknya yang kini betugas sebagai pegawai kecamatan di kota kecil yang berlainan kabupaten dengan tempat tinggalnya.
Tekad Mas Karjo untuk maju ke gelanggang politik tingkat desa sudah bulat, begitu juga istrinya Sulastri sangat mendukung keinginannanya.

"Niatnya untuk maju sebagai lurah di desanya semata-mata ingin memberikan kontribusi bagi kemajuan di desanya," demikian jawaban, setiap pertanyaan yang diajukan kepada Mas Karjo, cukup diplomatis.

Bagi warga desa dimana Mas Karjo tinggal sudah tidak asing lagi, sosoknya dikenal sebagai pribadi yang lurus, jujur, ulet dan tidak gengsian. Walaupun Mas Karjo keseharianya hanya sebagai penjual sayur keliling dengan gerobak motornya, namun  masyarakat di desanya tetap menaruh rasa hormat dan salut atas keuletanya.

Sosok Mas Karjo sendiri sebenarnya, latar belakang pendidikanya seorang sarjana, pernah bekerja sebagai asisten manajer di perusahaan otomotif yang memproduksi motor khas Korea di Cikarang, Jawa Barat. Namun sejak perusahaan itu bangkrut dan karyawanya terombang-ambing tanpa kejelasan nasibnya, Mas Karjo memilih pulang kampung, tinggal di kampung istri, menempati rumah mertuanya yang sudah lama tidak ditempati, keduanya sudah meninggal.

Uang pesangon yang didapatnya ia gunakan untuk modal usaha, berjualan sayuran. Awalnya berjualan di rumah, bagian depan rumahnya direhab, dibuat warung untuk berjualan, namun menunggu pembeli di kampung tidak seramai seperti di kota, maka dibuatlah terobosan dan inovasi, sistem jemput bola. Mas Karjo berjualan sayuran dengan gerobak motor keliling kampung bahkan bisa menyeberang ke kampung -- kampung sebelah, sementara warung dirumah tetap menyediakan kebutuhan pokok selain sayuran.

Dalam menjalankan usaha berjualan sayuran Mas Karjo juga tidak pelit,tidak ambil untung banyak, kata warga disana. Dalam hati kecilnya ia niatkan juga untuk bisa membantu kepada sesama. Bagi keluarga yang bersatatus karyawan atau pegawai dengan gaji bulanan, tidak jarang ibu-ibu mereka sering mengambil sayuran ke Mas Karjo dengan sistem "ambil dulu", nanti pembayaran atau pelunasan dibayar ketika akhir bulan, pas gajian. Begitu juga bagi mereka dari keluarga petani, tidak jarang ibu-ibunya membeli sayurannya dengan cara di barter, ada yang membayar dengan beras, dan lain sebagainya. Bagi Mas Karjo semua itu tidak menjadi persoalan maupun beban, dijalaniya dengan rasa senang, ikhlas dan sabar, sehingga ibu-ibu di desanya banyak yang senang berbelanja sayuran kepada Mas Karjo, bahkan menjadi pelanggan setianya.

Tidak terasa seiring bergulirnya waktu, sudah hampir tiga tahun Mas Karjo menjalani usahanya, berkeliling, melewati jalan utama, jalan kecil, keluar masuk gang  di desanya,  sehingga hampir semua warga di desanya mulai dari tua, muda, laki, perempuan, apalagi ibu-ibu sudah sangat mengenal sosok yang akrab dipanggil Mas Karjo ini.

***

Segala sesuatu yang dijalani dengan ikhlas, tanpa keluh kesah, seberat apapun menjadi terasa ringan, begitu juga apa yang dialami oleh Mas Karjo. Ia tanggalkan embel-embel dan gelar yang melekat pada dirinya, ia rela dan tanpa gengsi menjalani usahanya dengan sabar. Dan berkat kesabaranya pula, tanpa disadari popularitas dirinya sebagai penjual sayuran keliling selama ini, terus merangkak, hal ini pula yang menjadi modal utama bagi Mas Karjo untuk siap maju mencalonkannya sebagai lurah di desanya, dalam Pilkades.

Dan tidak aneh, ketika niatnya untuk maju sebagai calon lurah, baru sebatas didiskusikan dengan sang istri secara internal, ternyata bocor juga, pasalnya, Ibu Ani salah seorang tetangga sebelah yang kebetulan bertandang mendadak ketika Mas Karjo dan Sulastri tengah memperbincangkan rencana pencalonanya tersebut di teras rumahnya, sehabis jualan keliling, tiba-tiba Ibu Ani datang dan ikut nimbrung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun