"Aku tahu seharusnya tidak mengatakan ini, tetapi kamu adalah salah satu orang yang paling aneh yang pernah kutemui, Alice."
"Salah satu? Tidak ada lagi yang sepertiku tahu. Pilih kata-katamu dengan bijaksana. Oh ya, Radhi, apa kamu bisa pegang ini sebentar? Tolong" Pintanya sambil memberikanku salah satu bunga yang berwarna putih itu.
"Radhi..."
"Ya, Alice?"
"Aku minta maaf kalau perkataanku kasar kepadamu, ya. Aku tidak bermaksud." Terangnya tiba-tiba.
Mendengar ucapannya, aku sedikit tersenyum dan terharu. "Tidak apa-apa... aku tidak mengambil hati dan aku pikir kita bisa menjadi teman yang baik. Ya, kan?"
"Ih, siapa yang ingin berteman dengan orang tua lemah sepertimu!" Ejeknya lagi.
"Kamu memang benar-benar --- "
Dia tertawa terbahak-bahak. "Tidak-tidak. Aku hanya bercanda. Eh, iya. Aku mau tanya, Dhi... kalau kamu takut mati, apa artinya kamu mempercayakan dirimu kepada tuhan agar ketakutan itu dapat hilang begitu saja?"
"Pertanyaan seperti itu sulit sekali kujawab, Alice." Balasku dengan pelan.
"Coba jawab saja dulu, aku ingin tahu."