Setiap kota memiliki keunikan yang dapat menjadi ciri khas dan daya tariknya. Keunikan tersebut sering kali berasal dari sejarah, budaya, arsitektur, maupun kearifan lokal yang tumbuh di dalamnya.Â
Kawasan kota lama, yang menyimpan jejak masa lalu, kerap menjadi aset penting untuk dikembangkan sebagai pusat wisata dan penggerak ekonomi lokal.Â
Namun, untuk menghidupkan kembali kawasan ini, diperlukan strategi terpadu yang memadukan pelestarian budaya dan  sejarah dengan konsep-konsep kehidupan yang sesuai dengan semangat moderen bagi generasi pelanjut.
Diskusi saya dengan Dr Halilintar Latief, seorang intelektual, antropolog, budayawan dari Sulawesi Selatan terkait ide yang dilontarkan oleh beliau, menjadikan penulis membuat artikel ini sebagai salah satu ide besar diawal tahun 2025 untuk kemajuan pembangunan kota Makassar kedepan. Â
Jongaya: Kawasan Bersejarah yang Memiliki Potensi Besar
Di Kota Makassar, kawasan Jongaya menyimpan nilai sejarah dan budaya yang mendalam. Jongaya saat ini merupakan kelurahan di wilayah kecamatan Tamalate.Â
Memiliki luas sekitar 0,51Km dan terdiri dari 56 RT dan 14 RW dengan jumlah penduduk 15.678 jiwa yang terdiri atas 7.822 jiwa laki-laki dan 7.856 jiwa perempuan.Â
Kelurahan Jongaya sendiri berlokasi di utara keluarahan pa'baeng-baeng, selatan kelurahan Balang baru, sebelah barat kelurahan karang anyar, timur keluarahan bonto duri.
Dikutip dari Tribun timur (2020), dari Buku Nama Rupabumi Unsur Buatan yang disusun Bagian Tata Pemerintahan Setda Kota Makassar, Kelurahan Jongaya berasal dari kata Jongaya yang berarti binatang rusa (jonga).Â
Konon wilayah ini merupakan wilayah tempat berlatih bagi Raja Gowa dan kerajaan sekitarnya untuk berburu rusa (jonga), dikawasan itu pula rusa-rusa di pelihara dan sengaja dibiarkan berkembang biak.