Dan tanpa diminta,  beliau menerangkan berbagai jenis rempeyek yang  dibawanya hari ini.
Rempeyek teri,  kacang  tholo,  kacang tanah,  kacang hijau,  juga rempeyek bayam ada di gendongannya.  Semua itu  ia dapatkan dari  seorang pengrajin  rumahan yang  jaraknya tak jauh dari rumahnya di Kalikayen Kecamatan Ungaran Timur.
Dengan nilai kulakan rp. 6000 dan dijualnya dengan harga Rp. 7000. Sehari ia biasanya membawa 30-40 bungkus dengan keuntungan bersih Rp. 1000/bungkus.
Saya iseng googling mencari jarak tempuh di google maps.  4 kilometer lebih sedikit jarak yang  harus ditempuh oleh mbah Sopiyatun untuk menuju lokasi kami. Dengan melewati beberapa desa dan hamparan jalan di tengah persawahan yang  cukup luas.
Bagi saya,  ditengah hiruk pikuk kemudahan transportasi, apa yang dilakukan oleh mbah Sopiyatun adalah perjuangan yang  cukup berat. Â
Saya mengambil  beberapa bungkus dan memberikan sisa kembalian sebagai hadiah.  Matanya tulus penuh keharuan,  dan dari lisannya keluarga doa-doa keselamatan dan keberkahan rejeki bagi kami sekeluarga.
Dalam pertemuan singkat ini saya mengajukan beberapa pertanyaan mengenai umurnya,  pekerjaannya waktu muda,  suaminya,  anak-anaknya,  serta apakah ada bantuan pemerintah berupa PKH yang  sudah ia terima?
"Tahun 1952 mas", kata mbah Sopiyatun.
Informasi ini katanya disampaikan oleh anak laki-lakinya dari membaca KK (kartu keluarga) Â milik keluarga ini.
Hmm..  Berarti umurnya sudah hampir 70 tahun ya?  Kondisi ekonominya yang  sederhana justru membuat beliau tetap sehat dan perkasa.  Mengingat saat ini banyak orang  berduit yang  tiba-tiba jatuh sakit karena makanan yang masuk mulutnya.
Ibu saya saja,  meninggal  pada usia 52 tahun,  setelah melahirkan ke-11 anaknya termasuk saya. Jadi saat melihat mbah Sopiyatun berumur 68 tahun dan tetap bekerja saya sungguh merasa takjub.