"Kau harus memakannya sampai habis untuk menyatukan sukmamu dengan sukma siluman babi"
"Jangan buang waktu, Â lakukan dengan cepat", kata nenek tua seperti marah.
Ratno terpejam, mulutnya berusaha melumat  kotoran yang disediakan.  Rasa aneh menyeruak,  memenuhi rongga tenggorokan dan perutnya.  Ia merasa mual,  hampir muntah. Tapi nenek tua terus memberinya semangat agar kotoran itu dihabiskan.
Mendadak badannya panas, Â seperti membara. Minum air kencing siluman babi, Â seperti meminum bensin, ia terkulai lemas. Â Lalu pingsan.
"Kau berhasil anak muda", kata nenek tua saat Ratno membuka mata.
Tubuhnya masih berasa panas. Â Tapi sudah merasa baikan.
Nenek Tua menyerahkan sebuah jubah hitam tipis dengan kantong besar di dalam.
"Jangan lupa sekali ada kesalahan, Â fatal akibatnya"
Kata-kata  itu yang selalu Ratno ingat hingga ia sampai rumah.
Malam itu sesuai saran nenek tua ia persiapkan semua keperluan ritual.
Sebuah tampah bambu dengan kembang tujuh rupa, Â 3 batang rokok kretek, semangkok air putih dan sebuah lampu minyak. Â Tak lupa ia membakar kemenyan sebelum berangkat.
Istrinya menunggu dengan wasada. Ratno keluar rumah lalu memakai jubahnya. Ia merasakan tubuhnya seringan angin bisa berlari begitu cepat. Â Seperti dituntun oleh suara gaib, Â menuju rumah besar yang jaraknya sangat jauh dari rumahnya.
Ia diperintah menggosok-gosokkan badan ke tembok sebuah bangunan. Â Dan terlihat bergepok uang mengalir ke dalam kantong jubah hitamnya.