Priit.. suara peluit melengking. Memecah konsentrasi para pengendara yang sedang menikmati kemacetan panjang. Â Kecepatan kendaraan dari arah timur dipaksa melambat menunggu aba-aba peniup peluit. Bahkan barisan mobil terdepan mengerem mendadak.
Terdengar sumpah serapah dari pengendara lain. Moncong sebuah mobil menyelonong masuk menyeberang jalan , mengikuti aba-aba peniup peluit. Jendela sedikit terbuka lalu sebuah tangan mengulurkan recehan dan diterima peniup peluit.
Tidak hanya di jalur kota yang mobil relatif lambat. Â Tapi pak ogah sudah tumbuh di berbagai pelosok. Â Dan di pertigaan keluar tol seperti depan Swalayan Ada Banyumanik Semarang . Dan kejadian seperti itu hari-hari terekam.
Pak Ogah, demikian nama populer peniup peluit itu,  seperti tokoh dalam cerita  si Unyil produksi PPFN tahun 90-an,  yang digambarkan -cepek dulu dong- baru ia akan melaksanakan  apa yang diperintahkan, memang tergambar jelas dalam fenomena ini.
Pekerjaan modal nekad, dan sedikit menantang bahaya ini justru banyak diminati oleh kalangan yang tidak mau bekerja denga susah payah.
Sebenarnya hasilnya tak sebanding dengan resiko. Recehan 500 sampai 1000 perak yang diulurkan para pengendara, tak cukup untuk menyembuhkan luka, bila terjadi kecelakaan.
Misalnya mobil yang distop justru mengalami rem blong, sementara posisi pak ogah sudah di tengah jalan, dan moncong mobil yang ia beri aba-aba sudah masuk separo jalan. Apa yang terjadi? Tabrakan hebat takkan terhindarkan.
Di jalur yang saya lewati setiap hari paling tidak ada 4 titik pak Ogah. Pertigaan Meteseh,  pertigaan toko Intan Permai,  perempatan Tandang, dan  perempatan pasar Kapling.
Lokasi-lokasi ini setiap pagi memang ada polisi yang berjaga melakukan penjagaan rutin PH pagi dari personel Polsek Tembalang. Tapi setelah itu para pak Ogah segera bersiap menanti krodit. Demi receh yang mereka harapkan.
Pak Ogah memang tumbuh bagai cendawan di musim hujan. Â Di mana ada perempatan atau atau pertigaan tanpa lampu merah, ada pak ogah di situ. Bisa jadi ada pengendara yang dibantu mendapatkan jalur yang aman. Tapi di lain fihak justru membuat situasi semakin runyam.
Sebagaimana dirilis Tribunnews ( 3-1-19), pak ogah yang beroperasi di Under pass Jatingaleh memukul kaca menggunakan tongkat bendera. Sontak kabar ini menjadi viral karena dibagikan di sebuah grup FB Semarang. Lalu aparat dishub dan kepolisian turun tangan menertibkan para pak ogah.
Terkadang kita memang butuh sosok pak ogah saat kondisi sangat memaksa, semisal tidak bisa keluar dari lokasi parkir. Tanpa bantuan pak ogah kita malah justru semakin terjebak dalam kesemrawutan parkir.
Tapi keberadaan pak ogah terasa menggangu saat datang saat  tidak dibutuhkan. Memberikan uang receh sebagai  bayaran atas jasa yang telah mereka lakukan seperti memberikan harapan bahwa kehadiran mereka memang dibutuhkan.