Mohon tunggu...
Mas Nawir
Mas Nawir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta/Penulis lepas

Vlogger Blogger Youtuber

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pak Ogah, Masihkah Dibutuhkan?

13 Januari 2020   22:30 Diperbarui: 14 Januari 2020   06:51 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pak ogah pertigaan Meteseh/dokpri

Priit.. suara peluit melengking. Memecah konsentrasi para pengendara yang sedang menikmati kemacetan panjang.  Kecepatan kendaraan dari arah timur dipaksa melambat menunggu aba-aba peniup peluit. Bahkan barisan mobil terdepan mengerem mendadak.

Terdengar sumpah serapah dari pengendara lain. Moncong sebuah mobil menyelonong masuk menyeberang jalan , mengikuti aba-aba peniup peluit. Jendela sedikit terbuka lalu sebuah tangan mengulurkan recehan dan diterima peniup peluit.

Tidak hanya di jalur kota yang mobil relatif lambat.  Tapi pak ogah sudah tumbuh di berbagai pelosok.  Dan di pertigaan keluar tol seperti depan Swalayan Ada Banyumanik Semarang . Dan kejadian seperti itu hari-hari terekam.

Pak ogah di pertigaan Tandang/dokpri
Pak ogah di pertigaan Tandang/dokpri
Pak Ogah, demikian nama populer peniup peluit itu,  seperti tokoh dalam cerita  si Unyil produksi PPFN tahun 90-an,  yang digambarkan -cepek dulu dong- baru ia akan melaksanakan  apa yang diperintahkan, memang tergambar jelas dalam fenomena ini.

Pekerjaan modal nekad, dan sedikit menantang bahaya ini justru banyak diminati oleh kalangan yang tidak mau bekerja denga susah payah.

Sebenarnya hasilnya tak sebanding dengan resiko. Recehan 500 sampai 1000 perak yang diulurkan para pengendara, tak cukup untuk menyembuhkan luka, bila terjadi kecelakaan.

Misalnya mobil yang distop justru mengalami rem blong, sementara posisi pak ogah sudah di tengah jalan, dan moncong mobil yang ia beri aba-aba sudah masuk separo jalan. Apa yang terjadi? Tabrakan hebat takkan terhindarkan.

Di jalur yang saya lewati setiap hari paling tidak ada 4 titik pak Ogah. Pertigaan Meteseh,  pertigaan toko Intan Permai,  perempatan Tandang, dan  perempatan pasar Kapling.

Lokasi-lokasi ini setiap pagi memang ada polisi yang berjaga melakukan penjagaan rutin PH pagi dari personel Polsek Tembalang. Tapi setelah itu para pak Ogah segera bersiap menanti krodit. Demi receh yang mereka harapkan.

Pak ogah di pertigaan Mrican 
Pak ogah di pertigaan Mrican 
Pak Ogah memang tumbuh bagai cendawan di musim hujan.  Di mana ada perempatan atau atau pertigaan tanpa lampu merah, ada pak ogah di situ. Bisa jadi ada pengendara yang dibantu mendapatkan jalur yang aman. Tapi di lain fihak justru membuat situasi semakin runyam.

Sebagaimana dirilis Tribunnews ( 3-1-19), pak ogah yang beroperasi di Under pass Jatingaleh memukul kaca menggunakan tongkat bendera. Sontak kabar ini menjadi viral karena dibagikan di sebuah grup FB Semarang. Lalu aparat dishub dan kepolisian turun tangan menertibkan para pak ogah.

Terkadang kita memang butuh sosok pak ogah saat kondisi sangat memaksa, semisal tidak bisa keluar dari lokasi parkir. Tanpa bantuan pak ogah kita malah justru semakin terjebak dalam kesemrawutan parkir.

Tapi keberadaan pak ogah terasa menggangu saat datang saat  tidak dibutuhkan. Memberikan uang receh sebagai  bayaran atas jasa yang telah mereka lakukan seperti memberikan harapan bahwa kehadiran mereka memang dibutuhkan.

Terus apa yang harus kita lakukan?

Turjawali memang tugas aparat kepolisian, tapi  bila mereka tidak ada maka pak Ogah lah yang akan datang mengatur. Meskipun pada kenyataannya pengaturan yang dilakukan oleh pak Ogah merugikan dan membahayakan fihak lain.

Kita sebagai pengguna tidak bisa mencegah aksi para pak ogah. Tapi sudah semestinya bila mereka memang benar-benar rela membantu tugas kepolisian dalam mengatur lalu lintas maka diberi receh atau tidak, mereka tidak perlu melakukan tindakan yang merugikan pengendara. Toh dia melakukan dengan suka rela.

Bagi pengendara memang hal semacam ini bisa menjadi bumerang. Satu sisi memang terbantu. Tapi dilain fihak, pemberian receh oleh para pengguna jalan  memberikan semacam harapan bahwa pak Ogah memang dibutuhkan.

Jadi bagaimana harus bersikap? Itu kembali kepada masing-masing individu. Memberi boleh, tidak memberi juga silahkan.

Tidak ada paksaan untuk sekedar memberikan recehan 500 atau 1000 rupiah. Hitung saja itu sebagai sedekah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun