Begini kira-kira ceritanya:
Alkisah pada jaman dahulu hiduplah seorang resi yang memiliki seorang Nyai pelayan. Waktu hendak pergi sang resi berpesan pada Nyai  agar tidak memangku gunting yang ia gunakan untuk bekerja.
Namun sayang khilaf dan lupa memang milik manusia, saat  duduk istirahat dan tertidur  gunting terpangku di paha Nyai sang pembantu. Lalu terjadilah keajaiban,  saat bangun gambar ular naga pada gunting hilang.Â
Dan beberapa waktu kemudian si Nyai tertampak tanda tanda ngidam. Sembilan bulan sepuluh hari berlalu Nyai melahirkan seorang bayi yang berujud ular. Tak banyak yang tahu tentang hal ini sampai anak si Nyai berusia remaja dan bertanya,
"Siapa ayahku dan ia berada di mana?"
Lalu Nyai menyebut sebuah pertapaan di sebuah gunung, dan Si Ular dengan nama Baru Klinting itupun segera menuju pertapaan sang resi. Konon kabarnya karena besarnya tubuh sang ular, jalan yang ia lalui menuju gunung membentuk aliran sungai Tuntang yang  keberadaannga masih bisa kita saksikan  sampai sekarang.
Beberapa saat kemudian setelah menempuh perjalanan yang panjang dan bersusah payah, sampailah si Ular sambil menyerahkan cincin titipan ibunya. Sang Resi bisa menerima Baruklinting sebagai anaknya dengan syarat ia harus bertapa melingkari  gunung Telomoyo dengan mulut terbuka. Tidak boleh memakan apapun kecuali tanpa sengaja ada makhluk hidup yang masuk ke mulutnya semisal binatang tersesat. .
Dengan kepatuhan yang sempurna berangkatlah Baruklinting menunaikan perintah sang resi. Tubuhnya yang besar dan panjang ia lingkarkan di gunung Telomoyo.Â
Kebetulan di bawah gunung ada sebuah desa yang akan mengadakan selamatan. Maka penduduk desa beramai ramai merambah gunung untuk mencari kayu bakar. Tak sengaja saat istirahat salah sorang penduduk membacok-bacok sesuatu yang mirip dengan batang kayu, lalu darah memancar dari setiap penjuru. Ratusan warga berpesta pora menikmati hidangan daging ular sang pertapa.
Di kemeriahan pesta, terlihat seorang anak kecil yang gundul, dekil dan berpenyakit kulit, konon bocah ini adalah penjelmaan arwah Baruklinting. Orang-orang menyingkir, anak-anak kecil mengoloknya, ia  hanya meminta sepiring makanan dan tidak seorang pun menggubrisnya. Lalu seorang nenek renta mengulurkan tangan. Memberinya makan dan minum. Ia diperlakukan sebagaimana cucunya sendiri.Â
Sebelum pergi si bocah berpesan,"Nek nanti kalau ada air datang, nenek naik lesung  (tempat menumbuk padi dari kayu) ya?".