Seusai menghadiri resepsi perkawinan anak kawan penulis di Banjarmasin, pada Ahad, 13 Januari 2018, penulis bersama isteri dan anak yang paling bungsu, Maulidina Rizkia, menyampatkan diri mampir ke Museum Lambung Mangkurat Banjarbaru. Kami sampai di museum satu-satunya di Kalimantan Selatan tersebut sekitar pukul 12.00 WIT.
Ada sekitar 30 tahun penulis tidak pernah mengunjungi Museum Lambung Mangkurat ini, meski letaknya berada di pusat Kota Banjarbaru dan  berada di pinggir jalan trans Kalimantan. Â
Penulis sering saja lewat atau bahkan berkunjung ke Banjarbaru, tetapi tidak ada sempat mengunjungi museum tersebut, baik sendiri maupun bersama keluarga.Â
Kebetulan ada waktu luang dan bersama anak yang masih sekolah, maka kesempatan ini penulis sempatkan untuk mengunjungi Museum Lambung Mangkurat Banjarbaru, yang menyimpan benda-benda bersejarah tentang kejayaan Kerajaan Banjar masa lalu.
Ada beberapa ruang pamer yang pada umumnya di dalam ruang kaca, dan sebagian kecil ruang tanpa kaca atau terbuka.  Banyak dipamerkan benda-benada sejarah  masyarakat dan Kerajaan Banjar masa lampau yang antara lain tentang sesi kehidupan masyarakat, rumah adat, alat-alat memasak tradisional, senjata tradisonal, dan pemerintahan Kerajaan Banjar.
Beliau adalah ulama kharismatik yang banyak menulis buku atau kitab tentang Islam dan menjadi bahan rujukan bagi ulama di seluruh Kalimantan, bahkan sampai ke Malaysia, Filipina, dan Thailand. Dalam ruang pamer khusus tersebut ditampilkan antara lain kitab atau buku karya Syekh Muhammad Arsyad, salah satunya Kitab Sabilah Muhtadin.
Pada saat istirahat di bawah tangga ke ruang atas museum, anak penulis mencoba menaiki sebuah reflika ayunan khas Banjar yang biasanya digunakan oleh masyarakat Banjar dalam rangka kegiatan 'Baayun Mulud' . Ayunan yang dibuat kain yang besar yang diikat pada dua buah tiang yang ada di samping dengan hiasan atau ornamen khas Banjar serta pernak-pernik khas Banjar lainnya.
Ada beberapa buah reflika 'jukung' yang dipamerkan, dengan bahan dari kayu ulin atau kayu besi. Kayu ulin merupakan kayu khas hutan Kalimantan yang kini sudah sangat langka. Kayu yang kuat dan tahan air serta anti rayap.
Sekitar pukul 13.15 WIT, penulis dan keluarga keluar dari Museum Lambung Mangkurat untuk pulang, setelah cukup lama berkunjung dan melihat-lihat koleksi benda yang ada dalam museum yang tertua dan terlengkap di Kalimantan Selatan ini.Â
Semoga nanti dapat berkunjung lagi guna mengingat dan mengenag kembali sejarah masa lalu untuk menata dan membangun masa depan. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H