Mohon tunggu...
Maslani SPd
Maslani SPd Mohon Tunggu... -

Pendidik di SMPN 4 Pelaihari , Kabupaten Tanah Laut., Kalimantan Selatan. Memulai menekuni menulis artikel secara rutin sejak tahun 2013, khususnya artikel yang berkaitan dengan dunia pendidikan. Beberapa tulisan artikel terbit di koran lokal Kalimantan Selatan, baik koran Banjarmasin Post maupun Radar Banjarmasin.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Museum Lambung Mangkurat, Menyimpan Sisa Kerajaan Banjar Tempo Dulu

13 Januari 2019   21:43 Diperbarui: 14 Januari 2019   09:07 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seusai menghadiri resepsi perkawinan anak kawan penulis di Banjarmasin, pada Ahad, 13 Januari 2018, penulis bersama isteri dan anak yang paling bungsu, Maulidina Rizkia, menyampatkan diri mampir ke Museum Lambung Mangkurat Banjarbaru. Kami sampai di museum satu-satunya di Kalimantan Selatan tersebut sekitar pukul 12.00 WIT.

Ada sekitar 30 tahun penulis tidak pernah mengunjungi Museum Lambung Mangkurat ini, meski letaknya berada di pusat Kota Banjarbaru dan  berada di pinggir jalan trans Kalimantan.  

Penulis sering saja lewat atau bahkan berkunjung ke Banjarbaru, tetapi tidak ada sempat mengunjungi museum tersebut, baik sendiri maupun bersama keluarga. 

Kebetulan ada waktu luang dan bersama anak yang masih sekolah, maka kesempatan ini penulis sempatkan untuk mengunjungi Museum Lambung Mangkurat Banjarbaru, yang menyimpan benda-benda bersejarah tentang kejayaan Kerajaan Banjar masa lalu.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Setelah membeli kercis masuk yang relatif murah untuk kami bertiga, lalu kami memasuki ruang utama museum yang berbentuk motif rumah ada Banjar ' Bubungan Tinggi'. Diawali dengan menaiki tangga untuk naik ke ruang atas yang menjadi ruang pamer utama museum tersebut. 

Ada beberapa ruang pamer yang pada umumnya di dalam ruang kaca, dan sebagian kecil ruang tanpa kaca atau terbuka.  Banyak dipamerkan benda-benada sejarah  masyarakat dan Kerajaan Banjar masa lampau yang antara lain tentang sesi kehidupan masyarakat, rumah adat, alat-alat memasak tradisional, senjata tradisonal, dan pemerintahan Kerajaan Banjar.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Saat penulis dan keluarga mengunjungi Museum Lambung Mangkurat Banjarbaru ini tidak banyak pengunjung, meskipun saat itu hari libur. Hanya ada beberapa orang yang membawa anak dan keluarganya berkunjung ke museum tertua di Kalimantan Selatan ini. 

ada-mesium-1-prasasti-5c3befa143322f4e066cf4cb.jpg
ada-mesium-1-prasasti-5c3befa143322f4e066cf4cb.jpg
Menurut prasasti yang terdapat di halaman museum ini, bahwa Museum Lambung Mangkurat diresmikan pada tanggal 10 Januari 1979 oleh Dr. Daoed Yoesoef, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan waktu itu.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Secara khusus, Museum Lambung Mangkurat Banjarbaru ini membuatkan ruang pamer tentang Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari, seorang ulama kharismatik putera Kalimantan Selatan yang hidup pada Kerajaan Banjar dipimpin oleh Sultan Tahmidillah, sekitar tahun 1740-an. 

Beliau adalah ulama kharismatik yang banyak menulis buku atau kitab tentang Islam dan menjadi bahan rujukan bagi ulama di seluruh Kalimantan, bahkan sampai ke Malaysia, Filipina, dan Thailand. Dalam ruang pamer khusus tersebut ditampilkan antara lain kitab atau buku karya Syekh Muhammad Arsyad, salah satunya Kitab Sabilah Muhtadin.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Setelah mengelilingi lantai bagian atas, penulis mengajak isteri dan anak untuk melihat-lihat museum yang ada di ruang bagian bawah atau dasar. Barang yang dipamerkan pada ruang bagian bawah ini masih tentang benda-benda peninggalan masyarakat masa Kerajaan Banjar tempo dulu, namun lebih banyak mengenai benda-benda prasajarah dan benda-benda sisa candi yang ada di Amuntai Hulu Sungai Utara.

Pada saat istirahat di bawah tangga ke ruang atas museum, anak penulis mencoba menaiki sebuah reflika ayunan khas Banjar yang biasanya digunakan oleh masyarakat Banjar dalam rangka kegiatan 'Baayun Mulud' . Ayunan yang dibuat kain yang besar yang diikat pada dua buah tiang yang ada di samping dengan hiasan atau ornamen khas Banjar serta pernak-pernik khas Banjar lainnya.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Sebelum meninggalkan Museum Lambung Mangkurat Banjarbaru, penulis mengajar isteri dan anak untuk melihat reflika perahu atau dalam bahasa Banjar disebut ' jukung', yang merupakan sarana transportasi sungai yang banyak dipakai oleh masyarakat pada masa lalu. 

Ada beberapa buah reflika 'jukung' yang dipamerkan, dengan bahan dari kayu ulin atau kayu besi. Kayu ulin merupakan kayu khas hutan Kalimantan yang kini sudah sangat langka. Kayu yang kuat dan tahan air serta anti rayap.

Sekitar pukul 13.15 WIT, penulis dan keluarga keluar dari Museum Lambung Mangkurat untuk pulang, setelah cukup lama berkunjung dan melihat-lihat koleksi benda yang ada dalam museum yang tertua dan terlengkap di Kalimantan Selatan ini. 

Semoga nanti dapat berkunjung lagi guna mengingat dan mengenag kembali sejarah masa lalu untuk menata dan membangun masa depan. Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun