“Yap. Sesederhana itu, Pak. Uang yang Bapak bayar itu masuk kas negara. Nyaris mustahil untuk dicuri, kecuali dengan cara lain.”
“Apa itu, Pak?”
“Melalui proyek Hambalang, Pak.. hehe..”
“Wah, pak Slamet ini pinter meyakinkan orang ya...”
“Makasih, Pak. Kebetulan saya kerja di Humas, jadi memang harus bisa menghadapi orang-orang seperti Bapak.”
Mobil yang membawa kami telah memasuki tikungan terakhir, masuk ke jalan Malioboro. Hotel ini kebetulan berada di ujung utara jalan ini, sehingga selepas tikungan, mobil langsung belok ke halaman hotel. Begitu mobil berhenti di depan lobi, saya bergegas membuka pintu dan menurunkan bawaan. Pria perlente itu mendekati saya.
“Pak Slamet, saya serius lho dengan ucapan saya tadi.”
“Yang mana ya, Pak?”
“Pak Slamet kayaknya cocok jadi marketer. Kalo memang bersedia, saya berani ngasih imbalan sepuluh juta per bulan.”
“Hahaha.... Bapak ini bisa aja. Gini deh, Pak. Mari kita mulai dengan saling bertukar nomor telepon. Selanjutnya biarlah waktu yang bicara.”
Kelar bertukar nomor telepon, saya segera menuju lantai dua. Jam tangan sudah menunjukkan pukul 13.00 WIB. Tempik sorak teman-teman yang sudah lebih dulu tiba menyambut kedatangan saya.