Mohon tunggu...
Maskur Abdullah
Maskur Abdullah Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis dan Trainer

Jurnalis dan trainer, tinggal di Medan.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Ketika LSM Lingkungan Dicurigai Terapkan "Standar Ganda"

16 April 2019   05:50 Diperbarui: 16 April 2019   06:04 726
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambaran di sekitar lokasi tambang emas dan PLTA Batangtoru di Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara. (Foto/Google)

Sejak tahun lalu, desakan dari berbagai pihak agar Pemerintah Indonesia bertindak tegas kepada sejumlah LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) asing dan LSM Lokal, yang melakukan kampanye "hitam" terhadap Indonesia, dengan "menggoreng" isu lingkungan dan Orang utan, tampaknya semakin menguat.

Kampanye sejumlah LSM Lingkungan, dianggap sebagai penyebab terhambatnya ekspor produk CPO (Crude Palm Oil) Indonesia ke Uni Eropa, dan "terganggunya" proses pembangunan sejumlah proyek strategis nasional (PSN) di beberapa daerah di Indonesia, khususnya yang berbasis energi baru dan terbarukan.

Dr. Tungkot Sipayung, Direktur Eksekutif PASPI (Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute), meminta pemerintah bersikap tegas kepada Greenpeace, NGO internasional Lingkungan Hidup, yang beroperasi di Indonesia. Pasalnya, kebijakan supermarket Iceland tidak lepas dari kampanye dan tekanan Greenpeace bahwa minyak sawit yang digunakan masyarakat Eropa berasal dari perusakan hutan dan ekosistem lingkungan.

 "Sudah saatnya Indonesia tegas. Semua LSM yang hanya buat susah sebaiknya dievaluasi pemerintah Indonesia. Seperti yang dilakukan India," kata Sipayung sebagaimana dilansir dari sawitindonesia.com (Selasa, 24 April 2018).

Greenpeace adalah NGO lingkungan hidup dengan jejaring global di lebih dari 40 negara dengan kantor pusat di Amsterdam, Belanda. Korelasi kampanye Greenpeace Inggris dengan kebijakan Iceland dapat terlihat dari statement petinggi Iceland bahwa kebijakan perusahaan untuk menjawab tantangan dan kampanye aktivis Greenpeace.

Menyikapi persoalan kampanye negatif sawit di Eropa, Anggota Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, Fadel Muhammad, meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membekukan aliran dana Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang terbukti menjelek-jelekan Indonesia di luar negeri. Khususnya LSM yang mendapatkan aliran dana dari Uni Eropa.

Menurut Fadel, para aktivis LSM itu harus ditindak tegas atas sikapnya menjelek-jelekan industri minyak kelapa sawit Indonesia di Eropa. Apalagi sejumlah LSM asal Indonesia itu menyebutkan perkebunan kelapa sawit di dalam negeri merusak lingkungan.

"Saya menemukan tiga hal perihal sikap LSM ini. Pertama, ternyata yang mempublikasi informasi-informasi yang tidak baik soal Indonesia di luar negeri, adalah LSM yang telah dibayar ini. Mereka dibayar untuk kepentingan bisnis dan politik di Eropa. Mereka telah menggadaikan nama baik Indonesia di luar negeri dengan mencederai nasib rakyat yang bekerja di industri kelapa sawit Indonesia," papar Fadel (republika.co.id, Rabu   25 April 2018).

Petani sawit di Aceh melakukan panen tandan buah segar (TBS). (Foto/waspadaaceh/faisal)
Petani sawit di Aceh melakukan panen tandan buah segar (TBS). (Foto/waspadaaceh/faisal)
Standar Ganda LSM Lingkungan

Banyak pihak meragukan keberadaan LSM lingkungan, yang mengampanyekan isu-isu kerusakan lingkungan dan kepunahan Orang utan, memang didasari kepada kepentingan masyarakat banyak dan untuk penyelamatan lingkungan itu sendiri.

Apalagi, diketahui bahwa minyak kedelai masih mendominasi biodiesel Amerika Serikat. Menurut data U.S Energy Information Administration/US-EIA (2017), kapasitas produksi biodiesel USA tahun 2017 mencapai 8,7 juta Kl dengan jumlah perusahaan biodiesel 97 pabrik yang tersebar pada hampir seluruh negara bagian.

Sebagai salah satu produsen minyak kedelai, bahan baku biodiesel USA sebagian besar adalah minyak kedelai (biodiesel soya based). Menurut data USEIA (2017), pangsa minyak kedelai dalam biodiesel USA tahun 2016 mencapai 54,8 pesen, disusul recycle feed 12,5 persen, minyak jagung 11,7 persen lemak heawan 10,7 persen dan minyak kanola 10,3 persen (sawitindonesia.com, 25 April 2019).

Jadi wajar saja bila para petani dan pengusaha perkebunan sawit di Indonesia, mencurigai gerakan kampanye LSM dengan membawa isu lingkungan -- terkait minyak sawit dan sejumlah proyek strategis nasional, didasarkan pada persaingan dagang internasional. Sebagaimana diketahui, CPO selain bahan baku pangan dan kosmetik, juga merupakan bahan baku biodiesel.

Di Aceh, Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Aceh, melalui Plh Ketuanya, Iqbal Pieng, meminta Pemerintah Indonesia untuk segera melakukan audit ke sejumlah LSM yang ditengarai telah melakukan black campaign (kampanye hitam) terhadap Indonesia, dengan mengatasnamakan lingkungan dan Orang utan (OU).

 "Harus diaudit aliran dananya. Pemerintah harus tau, dari mana saja sumber dana mereka. Dari lembaga mana saja dan dari perusahaan apa saja sumber dana mereka," kata Plh KADIN Aceh, Iqbal Pieng, sebagaimana dilansir dari KBA.ONE ( Rabu, 3 April 2019).

Kelompok petani sawit dan para pengusaha juga mengaku geram dengan kegiatan sejumlah aktivis LSM, yang dicurigai menjadi "corong" bagi pihak asing, untuk menyampaikan kampanye negatif tentang sawit dan sejumlah proyek strategis nasional (PSN) di Indonesia.

Bahkan seorang praktisi hukum di Sumatera Utara, Dr Abdul Hakim Siagian, menyebutkan, skenario besar untuk melemahkan Indonesia dengan "menggoreng" isu lingkungan, diduga telah dimainkan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dari negara lain (asing), terutama yang dibiayai LSM Eropa dan Amerika.

Terkait kampanye negatif tentang lingkungan dan Orang utan di Indonesia, Abdul Hakim Siagian mengatakan, kedaulatan negara harus dijunjung tinggi dan dihormati oleh siapa pun. Black campaign melalui isu lingkungan dan Orang utan merupakan skenario Eropa untuk melemahkan Indonesia,  kata Siagian ((Waspada, Selasa 2 April 2019).

Mantan anggota DPRD Sumut ini juga menuding sejumlah LSM dalam negeri yang telah menjadi bagian dari kampanye global melalui isu lingkungan dan Orang utan.

"Ini sesuatu yang menurut saya cukup memuakkan. Seolah-olah mereka ini tak ada cela, tak ada cacat dan seolah-olah tak ada salahnya, mereka suci. Padahal sumber dana mereka bisa jadi berlumuran darah, pelanggar HAM dan dari perusak lingkungan yang lebih parah," ujar Siagian.

Ada kecurigaan kepada beberapa LSM lingkungan, bahwa mereka telah melakukan peran "ganda," di satu sisi berkampanye untuk penyelamatan lingkungan, tapi di sisi lain berperan untuk kepentingan korporasi.

Misalnya Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), YEL (Yayasan Ekosistem Lestari) dan PanEco (LSM Swiss), yang akhir-akhir ini telah mengampanyekan kerusakan lingkungan dan ancaman kepunahan Orang utan, sebagai akibat keberadaan PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) Batangtoru di Tapanuli Selatan.

Tapi sebaliknya LSM ini dianggap "tidak bersuara" lantang untuk isu yang sama, terhadap perusahaan tambang emas yang telah melakukan eksploitasi di kawasan itu, tidak jauh dari lokasi PLTA Batangtoru.

Meski kemudian Direktur Walhi Sumatera Utara, Dana Prima Tarigan, membantah kecurigaan itu, dengan mengatakan, lembaganya tidak pernah mendukung atau berafiliasi dengan salah satu korporasi. "Hal itu tidak mungkin kami lakukan," kata Dana (Waspada/Waspadaaceh, 7 April 2019).

Walhi, kata Dana, akan terus melakukan berbagai kampanye penolakan terhadap segala bentuk dan upaya yang dapat merusak ekosistem hutan di Indonesia, khususnya di Sumatera Utara. Dana juga menyebut tidak ada kerjasama dengan YEL terkait dengan kampanye pihaknya.

Sementara itu,  Staf Komunikasi YEL, Suryadi, menyebut, pihaknya melaksanakan aksi penyelamatan Orang utan di wilayah Batangtoru tanpa melibatkan atau kerjasama dengan NGO lain. (Gosumut, Senin 15 April 2019).

Walau pihak Walhi dan YEL mengungkapkan hal itu, namun masyarakat masih menyimpan tanda-tanya besar. Ada apa dengan para aktivis lingkungan ini? Mari tepuk dada, ungkapkan sumber dana, baru  buktikan nasionalisme kita! (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun