Pendekatan yang ditempuh KPK selama ini sangat merugikan masyarakat, terutama mereka yang tersangkut perkara dan disangka melakukan korupsi. Namun sekaligus juga menimbulkan ketidak pastian hukum yang berlarut-larut.
Pendekatan Baru
Pernyataan pimpinan KPK untuk mengurangi tunggakan perkara sesuai kewenangan berdasakan UU, patut didorong agar lebih cepat dantuntas. Dalam kaitan ini, bukan hanya penghentian perkara yang masih dalam penyelidikan, melainkan juga perkara-perkara yang sudah masuk penyidikan namun tidak kunjung ditemukan bukti-bukti kuat untuk mengajukannya kepengadilan.
KPK seyogyanya juga tidak memaksakan diri untuk mengejar seseorang seolah "sudah ditarget" untuk masuk penjara, padahal proses hukum yang sah justru menganulirnya. Contoh kasus yang actual adalah menyangkut perkara mantan Kepala BPPN Sjafruddi Arsyad Temenggung (SAT) yang sudah diputus bebas oleh MahkamahAgung (MA), namun kini digugat KPK melalui Peninjuan Perkara (PK).
Padahal jelas, sesuai ketentuan UU, jaksa penuntut umum tidak memiliki hak untuk mengajukan PK atas keputusan kasasi. Sikap "ngotot" KPK dengan mengajukan PK menunjukkan langkah aneh yang memaksakan diri dan tidak menghormati ketentuan hukum yang berlaku.
Kiranya, arah baru pimpinan KPK untuk berkonsentrasi menangani perkara-perkara yang jelas jejak korupsinya dengan bukti-bukti yang nyata pula, perlu didukung. Tunggakan perkara lama, baik yang masih dalam tahap penyelidikan maupun penyidikan, perlu disaring, diseleksi dan ditimbang-timbang, mana yang bisa diteruskan dan mana perkara yang perlu diambil langkah penghentiannya. Dengan demikian, beban KPK akan lebih ringan, bisa bekerja lebih lincah dan efektif, sekaligus menghembuskan angin segar bagi kepastian hukum di tanah air. (Mas Kumambang)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H