Dan berkumpullah kami dari berbagai penjuru negeri, kemudian mendapatkan informasi dari membolak-balik materi sampai  berebut ikan teri. Duduk berhari-hari supaya ada yang mulai berisi. Namun sebelum semua dimulai, adalah akal untuk saling kenal saling sillaturrahmi. Supaya hilang apa yang ada di langit apa yang di bumi. Semua sama baik perempuan maupun laki-laki. Asal dipanggil nama harus berdiri, lalu antri. Entah dari mana tahu tahu semua senyum saling membaca hati. Ada yang besar ada yang kecil ada yang gemuk ada yang kurus ada yang pendek ada yang tinggi. Satu baris lalu dapat julukan. Ada yang berteriak keras gajah. Kemudian mereka tertawa, bangga.
Ada juga yang berteriak banteng. Salah  satu tangan terangkat ke atas sambil berteriak go banteng go, go banteng go. Ada lagi yang berteriak marah oh no. Wajah- wajah yang kecewa menghiasi mereka. Rupanya ada kertas yang terus menerus dibaca seakan tak percaya, kalau saja tidak mendengar mereka berdesis: semut. Oh Allah, itu rupanya. Ada gajah yang bangga, ada banteng yang gagah, ada semut yang sedih. Tiba-tiba kawan menggamit, berkumpul dan juga terdiam. Ada apa ? Kertas yang sudah dibuka, tidak dibaca tapi diserahkan dari tangan ke tangan, perlahan. Wow ada apa sebenarnya, begitu kertas sampai di tangan dan bisa dibaca baru tahu, ternyata tertulis angsa.Â
Terdengar suara komando, lalu masing-masing duduk berkumpul. Gajah-gajah berkumpul gaduh. Banteng-banteng berkumpul bergemuruh. Semut-semut berkumpul sepi. Angsa-angsa berkumpul perih. Kulihat si tinggi besar, diam. Kulihat si tampan, termenung, kulihat si kecil termangu, kulihat yang lain, membisu. Tiba-tiba ada suara, kita harus pilih ketua, segera. Tidak ada reaksi dari angsa-angsa. Kawan-kawan kita diburu waktu, harus ada yang menjadi ketua, seru si kecil berwajah boros.
Ketika sempat terlihat emblemnya, oh dari kompetensi baris-berbaris. Tidak bisa diam melihat situasi beku. Akhirnya satu demi satu angsa-angsa estewe itu bersuara juga. Sudahlah bapak saja ketuanya. Angsa disampingnya juga ikutan setuju, bapak sajalah ketuanya. Kalau memang saudara-saudara angsa yang lain setuju, saya tidak keberatan menjadi ketua. Weleh-weleh angsa pendek kecil berwajah boros itu yang menjadi ketua ? OK, no problem.Â
Bagaimana dengan jargon ? Jargon, apa pula itu dengan jargon ? Kita harus membuat jargon angsa. Banyak yang akan kita jalani dalam dua hari ke depan. Jargon itu harus dapat membuat kita bangga. Jargon itu harus membuat kita kompak. Jargon itu harus kita teriakan, supaya banyak yang tahu kalau kita ini, angsa, suaranya terdengar melemah. Semua diam, apa yang dapat dibanggakan dengan angsa. Apa yang dapat menjadikan kompak dengan angsa. Seberapa kuat angsa dapat berteriak, bandingkan dengan gajah, banteng dan semut wkwkwk. Memang semut bisa berteriak?
Mengapa angsa tidak bisa berteriak. Kwek kwek. Bukankah dulu ada yang terus menerus terdengar dan ditunggu kehadirannya ? Trio kwek kwek. Ya. Angsa bisa berteriak. Angsa bisa bikin bangga. Angsa bisa bikin kompak. Buktinya ? Trio kwek kwek, apalagi. Kayaknya harus mulai beraksi nih, masak tidak punya kontribusi. Ayo, mulai. Tapi angsa ?
Berangkat menuju suatu tempat, gajah-gajah berjalan santai, banteng-banteng apalagi, yakin kemenangan akan dipegang. Semut-semut rapi berbaris. Angsa, jangan prejudice dulu. Angsa-angsa berjalan penuh semangat. Kemarin akhirnya kuminta angsa-angsa berteriak, begitu angsa pendek kecil muka boros si ketua, berteriak, angsa, yang lain membalas dengan teriakan kwek kwek sambil mengibaskan paruhnya. Begitu bergantian, ada yang berteriak Angsa, yang lain membalas, kwek kwek. Angsa, kwek, kwek. Senyumku melebar, melihat angsa-angsa bersemangat, bangga dan kompak. Tidak harus menjadi pemimpin suatu kelompok, berlapang dada, mengajak untuk berbuat baik, mengatasi solusi, tanoa emosi, membawa kelompok menuju sasaran kalau perlu dengan mimpi yang terkendali dan memasang target yang terukur, http://www.kompasiana.com/masjokomu/berbudi-bowo-leksono-bukan-adigang-adigung-adiguna-bukan-sopo-siro-sopo-ingsun_562ce2c4527a61400affd5feÂ
Begitu angsa berjalan, untung ketua pendek muka boros itu setuju dan diamini angsa-angsa lain.
Ada petunjuk yang harus diikuti, ada kode yang harus dipecahkan, kadang harus pula berlai, nggak terbayang bagaimana semut-semut raksasa itu, berlari. Kalau gajah dan banteng tentu luar biasa. Angsa tetap mantap.
Sampailah pada halang rintang, ada jaring-jaring yang harus dilalui angsa-angsa, begitu juga dengan gajah, banteng dan tentu saja semut. Memperhatikan peluang besar badan, cara masuk jaring, mengenali tantangan dan halangan bagaimana dapat masuk semua angsa dengan selamat ke luar dari halang rintang jaring-jaring. Tidak boleh masuk lewat lobang jaring-jaring yang sudah digunakan oleh angsa lain. Problem besar. Ada angsa besar angsa tinggi, angsa kecil pendek, angsa betina dan tentu saja anngsa biasa-biasa saja, seperti aku. angsa tinggi besar berinisiatif, angsa yang biasa-biasa saja diminta mencari lubang yang mudah dilewati. Salah satu angsa besar diminta terlebih dulu masuk dengan tanpa pertolongan untuk berjaga-jaga di seberang membantu. Satu demi satu angsa masuk ke lobang jaring, ada yang digotong seperti angsa sakit lalu diterima angsa di seberang jaring, begitu berkali-kali. Angsa besar, angsa kecil yang kehabisan lubang jaring untuk lewat sendiri, tentu saja termasuk angsa betina. Nggak terbayang bagaimana romobongan gajah, banteng dan semut memasuki halangan dan rintangan ini.Â
Kemudian ada lagi, jalan yang harus dilewati dengan meyeberang sungai kecil dengan jembatan tali dan tangan memegang tali di atas yang dapat meluncur. sungguh ancaman bagi angsa-angsa yang takut ketinggian, eh tentu bukan angsa takut air. Angsa manja saja yang takut air. Bukan waktunya bermanja-manja ini lomba. Komunikasi terjalin, saling menolong, saling membantu, membuat angsa-angsa makin mengenal satu sama lain.Â