Adalah suatu kebanggaan bagi masyarakat banyak, jika pemimpin kita dapat "berbudi bowo leksono". Pemimpin yang berjiwa besar, dapat menjadi tempat berlindung, di kala masyarakat mengalami banyak masalah. Lebih mengutamakan care pada permasalahan yang dihadapi masyarakat, dari pada mendahulukan kepatuhan masyarakat terhadap perintahnya.
Berusaha memperpendek rentang kendali pengambilan keputusan dari pada bersandar kepada prosedur tetap berjenjang. Lebih mengutamakan solusi dari pada emosi. Pemimpin yang berbudi bowo leksono, bukan hanya akan menjadi pelindung masyarakat, tetapi juga akan menjadi pemimpin yang dapat dipercaya. Pemimpin yang menjadi panutan. Pemimpin yang berusaha keras menemukan strategi terbaik, untuk kepentingan masyarakat banyak. Bukan pemimpin yang lebih mengutamakan keinginannya dapat dilaksanakan. Bukan pemimpin yang merasa perintahnya harus dipatuhi. Bukan pemimpin yang Adigang, Adigung, Adiguna. Apalagi pemimpin yang suka Sopo Siro Sopo Ingsung!
Banyak hal yang perlu diketahui oleh pemimpin sebelum mengambil suatu kebijakan. Pemikiran yang strategis, urgen dan bahkan kalau dipandang perlu melakukan langkah terobosan affirmative action. Berpikir strategis dapat mengarahkan masyarakat untuk tidak sekedar melihat permasalahan yang dihadapi dari satu sisi dan sesaat saja, namun lebih memberikan gambaran bahwa suatu penyelesaian masalah hendaknya dapat membawa masyarakat ke tingkat yang lebih tinggi, walaupun dapat saja baru dapat dicapai dalam jangka panjang, sekaligus menunjukkan gambaran yang hendak dicapai dan mengajak seluruh komponen masyarakat untuk dapat bersama-sama memarahi situasi dan kondisi yang sedang berlangsung, sekaligus mendorong usaha bersama untuk menuju ke arh yang sama pada gambaran yang hendak dicapai. Nawacita atau gagasan-gagasan membangun tol laut, atau membangun dari pinggiran dapat merupakan hasil dari suatu pemikiran strategis.Â
Sudah menjadi kewajiban pemimpin untuk mengetahui bahwa suatu hal itu dapat termasuk urgen atau tidak. Penanggulangan bencana asap akibat karhutla, merupakan suatu hal yang urgen harus dilakukan. Banyak hal yang urgen di kalangan masyarakat, yang harus dilakukan secara normal, seperti peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat, pelayanan pendidikan dan lain-lain.Â
Namun terkadang situasi dan kondisi di lapangan ataupun yang terjadi di masyarakat, memerlukan afirmatif action, suatu tindakan diskrimatif positif, atau mendahulukan kepentingan kelompok tertentu, misalnya kelompok yang tertinggal dari kelompok yang lain, atau situasi kondisi yang sudah darurat, sehingga harus dilakukan terobosan yang ke luar dari pola normal, seperti kemungkinan akan diprosesnya Perpu tentang pengebirian pelaku pedofilia.Â
Pemimpin yang berbudi bowo leksono, sangat jauh bedanya dengan pemimpin Adigang Adigung Adiguna. Terkadang bukan hanya pemimpin, kita di Kompasiana ini saja, dapat terkena penyakit Adigang Adigung Adiguna ini.Â
Secara sederhana, kata Adigang Adigung Adiguna, lebih dekat jika dihubungkan dengan kesombongan. Pemimpin yang Adigang, sering dianggap sebagai pemimpin yang sombong, karena menganggap mempunyai kekuatan lebih dari orang lain. Walaupun ini paling mudah menjangkiti bahkan bagi para Kompasioner, misalnya, dapat mempublis artikel lebih dulu dari orang lain, dapat mempublish artikel lebih banyak HLnya dari pada orang lain. Mudah-mudahan banyak di antara kita, tidak terkena penyakit yang satu ini. Walaupun artikelnya banyak yang HL atau NT, namun tetap berbudi bowo leksono. Tidak Sombong, karena itu. Tidak Adigang.
Ada pun Adigung lebih dari keinginan menunjukkan lebih berkuasa dari pada yang lain, yang mengarah kepada kesombongan pula. Situasi dan kondisi terkadang muncul bukan hanya kepada kita, tetapi bahkan mungkin kepada admin Kompasiana, jika dan hanya jika, tanpa pemberitahuan apa pun, tiba-tiba ada artikel kita yang hangus. Namun kalau ada informasi yang dapat dipertanggungjawabkan atau bahkan dimungkinkan terjadi dialog, misalnya menggunakan konten obrolan yang baru saja diluncurkan, sifat Adigung itu dapat dihindari.
Beda halnya dengan Adgang yang lebih condong kepada kekuatan dan Adigung yang merasa lebih berkuasa, maka Adiguna  juga merupakan suatu sifat buruk, karena lebih merasa pandai dari yang lain. Ini memang penyakit hati yang paling sulit dihindari karena terkadang bisa saja orang tidak memiliki kekuatan sehingga terhindar dari sifat Adigang, dan bisa saja orang terhindar dari sifat Adigung, karena merasa tidak berkuasa, namun justru terkadang sangat sulit menghindari sifat Adiguna. Adiguna lebih mendorong orang merasa lebih pandai dari pada orang lain. Karena mempunyai ilmu, karena mempunyai pengalaman atau apa saja, yang berakibat muncul pada diri seseorang sifat Adiguna, merasa lebih dari pada orang lain karena lebih pandai, yang tentu saja juga menjurus ke arah kesombongan.
Judul artikel seperti "aku merasa lebih bodoh di Kompasiana" merupakan salah satu contoh bahwa Kompasioner tersebut tidak ingin terkena penyakit hati Adigang Adigung Adiguna. Di saat banyak orang termasuk penulis merasa mendapat kelebihan begitu masuk Kompasina, beliau justru merasa banyak mendapatkan tambahan wawasan, sehingga merasa dirinya lebih kecil. Sungguh satire yang sangat terpuji dan perlu mendapat apresiasi.Â
Bagi pemimpin yang Adigang Adigung Adiguna akan semakin parah, kalaukah sudah tidak berpikir strategis, tidak urgen, tidak pula affirmatif action, masih pula sopo siro sopo ingsun. Ini akan sangat mengewakan banyak orang. Gambaran sederhana dari sopo siro sopo ingsun adalah ini mau gue, mau apa lu.