Mohon tunggu...
MJK Riau
MJK Riau Mohon Tunggu... Administrasi - Pangsiunan

Lahir di Jogja, Merantau di Riau

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Berkunjung ke Rumah Atuk

14 Oktober 2015   09:10 Diperbarui: 14 Oktober 2015   11:54 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Maaf, karena bapak-ibu tadi tidur nyenyak sekali, sementara kami tidak dapat tidur, maka kami lebih dulu berangkat melempar jumrah Aqobah", begitu info yang kami terima.

Info lain yang berkembang, adalah kami dianjurkan untuk berangkat melontar jumrah Aqobah sehabis Dhuhur. Karena alasan tidak tahan panas terik matahari, kalau berangkat sehabis Dhuhur, istriku mengajak berangkat pagi itu juga. Namun info yang berkembang dari yang baru saja pulang dari melempar jumrah, sebaiknya mengikuti arahan dan petunjuk dari Kloter. Kalau berangkat sekarang, kemungkinan besar akan sangat padat, dan banyak jemaah haji Indonesia akan berangkat sehabis Dhuhur, pastinya. Akhirnya, kami sepakat untuk berangkat melontar jumrah Aqobah, sehabis Ashar, karena kalau pagi ini sangat ramai, sementara sehabis Dhuhur, sangat panas.

Namun tidak lama kemudian yang sudah jadi berangkat pagi itu, tanpa kesepakatan, pulang dengan berita baik. Alhamdulillah, kami lancar dan aman, terowongannya besar, di bagian tengahnya bahkan ada escalator bagi yang capai berjalan. Ha ? Pikirku, sudah berubahkah terowongan ke Jamarat ? Rasanya dulu memang ada dua terowongan, tapi yang hanya untuk berjalan kaki, tidak ada escalatornya.

Akhirnya kesepakatan berubah, banyak kawan yang akan berangkat siang itu juga. Kubangunkan keluargaku, kuajak berunding, kalau ingin berangkat bersama rombongan, kita berangkat sekarang, namun kalau tidak tahan panas, kita berangkat sehabis Ashar juga nggak apa-apa. setelah berunding, akhirnya kami putuskan berangkat sebelum Ashar. Dan mulailah info itu berkembang. Orang yang sama, memberikan info yang berbeda dengan yang dismpaikan setelah pulang dari melempar jumrah Aqobah pagi tadi. tadi pagi dan siang itu, orang lancar-lancar saja berangkat melontar jumroh Aqobah, kok sekarang ada berita musibah, banyak sekali jemaah haji yang menjadi korban pula. Info apa dari tanah air, ini! Sampai telepon berdering dari Cucu keponakan yang menanyakan kabar Bapaknya dan menceritakan berita di tv tentang musibah di Mina itu. Lho Kok Bisa ?

Memang ada yang pulang ke tenda baik-baik saja, bahkan banyak, yang lalu potong gundul dan mandi lalu ganti pakain ihramnya dengan pakaian biasa. Info itulah yang membuat sebagian besar rombongan kami berangkat melontar ke Jemarat. Tapi memang ada sebagian, bahkan jemaah di sebelah kami dari rombongan lain, yang belum kembali. Ada apa dengan mereka ? Di mana mereka ? Karena lain rombongan, info tidak segera didapatkan, dan info musibah itu yang akhirnya memenuhi perkemahan. Namun karena ingin mempersiapkan melontar jumrah Aqobah, akhirnya kami tidur lagi.  Keputusan itu dengan resiko, bahwa dalam satu tenda itu, hanya kami berempat yang belum berangkat melontar jumrah Aqobah, so hanya kami berempat sajalah, yang masih memakai baju ihram, dus tentu belum mandi pula, sudah hampir tiga hari tuh. Lupa kalau harus mempersiapkan kain basahan, jika ingin mandi pada saat masih menggunakan pakaian ihram. Berita mengenai musibah itu tidak menjadi perhatian kami sepenuhnya, karena toh ada pula yang kebetulan banyak yang pulang ke tenda perkemahan dengan selamat.

Alhamdulilah, kami selamat sampai di perkemahan, walaupun kami memerlukan waktu lebih dari tiga jam, sementara kawan lain ada yang kurang dari dua jam. Memang di perjalanan, kami melihat ada dua heli yang mondar mandir, namun kami tidak tahu sama sekali, sedang ngapain tuh heli. Apalagi menghubungkan dengan berita mengenai musibah yang memakan banyak korban. Tidak ada perintah menutup pintu perkemahan, seperti adanya musibah sepuluh tahun yang lalu di Mina. Begitu ada musibah di terowongan Mina, pintu perkemahan langsung ditutup. Jemaah haji tidak diperkenankan ke luar, sampai waktu yang ditentukan. Tapi pada pelaksanaan haji tahun ini, lancar-lancar saja. Perjalanan kami ke Jemarat aman. Bedanya, kami sekarang diarahkan ke lantai tiga Jamarat, sedang sepuluh tahun lalu, kami bebas memilih yang mana, boleh di lantai pertama, lantai ke dua dan lantai ke tiga. Itu pun setelah sampai dekat dengan Jamarat. Tidak dengan tahun ini, jalan yang kami tempuh sudah diarahkan ke lantai tiga Jamarat, bahkan sebelum masuk ke dalam terowongan. Terowongannya pun lebih lebar, panjang dan dilengkapi dengan escalator kalau kami capai berjalan kaki. Memang jaraknya lebih jauh, dari pada arah ke lantai pertama sepuluh tahun yang lalu. Tapi kami juga tidak tahu lagi, mana jalan yang kami lewati pada Jemarat lantai pertama, yang sangat banyak dan

Sampai pada saat kami akan berangkat. Rombongan kami sudah pulang sebelum dhuhur dan berita musibah itu semakin keras. Ada juga kawan satu regu, yang berangkat sendiri, pagi pada saat kami larang untuk berangkat, ada yang mengikuti rombongan ada yang nekat pergi sendiri. Ternyata yang nekat pergi sendiri dari jam 7 pagi tadi, hari sudah hampir jam 3 sore belum juga pulang. Alhamdulillah sudah ada kontak. Info pertama, dia tersesat di perkemahan lain, tidak tahu jalan pulang ke perkemahan semula. Sebelum kami berangkat ke Jemarat, kami tanyakan kepada jemaah yang sudah pulang dari Jemarat, ke mana arah yang harus ditempuh. Bismillah.

Begitu mudah kalau ingin mengambil batu di sana. Beda dengan posisi melempar di Jamarat lantai tiga, batu langsung jatuh ke lantai pertama. Bagaimana mau mengambil batu lagi, kalau saja kemarin di muzdhalifah hanya mengambil tujuh kali empat batu, pada pikiran awal, tidak mengikuti petunjuk dan arahan. Sudahlah sulit mencari batu lagi, hampir tiga ratusan untuk kami berempat, tidak tahu jalan menuju jamarat lantai pertama. Ada musibah pula di sana. Teman sebelah dari rombongan lain yang berangkat dari jam 7 pagi tadi ada juga yang belum pulang. Malamnya ada nenek yang pulang tidak dengan suaminya. Paginya Suaminya pulang dengan diantar polisi. Info yang kami dapat, mereka berpisah, ketika si kakek hendak minum air segar yang tersedia di pinggir jalan, si nenek menunggu tidak disampingnya. Banyak arus jemaah datang, dan si kakek tidak melihatnya istrinya, si nenek tidak meihat suaminya. Namun Alhamdulillah mereka akhirnya sampai ke perkemahan.

Kami lihat nenek tersenyum bahagia, melihat kami baik-baik saja, bahkan sudah berkunjung ke rumahnya. Nenek bilang, malam ini janjian dengan anaknya, ingin berkunjung ke rumah kami. Sungguh indah pertemuan malam itu, nenek hanya tinggal berdua dengan putrinya, setelah tidak ada Atuk lagi. Kurasakan kebahagiaan nenek di wajahnya, walaupun lampu mati, hanya diterangi lampu emergency.  Begitulah, kami telah berkunjung ke rumah Atuk malam itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun