Mohon tunggu...
MJK Riau
MJK Riau Mohon Tunggu... Administrasi - Pangsiunan

Lahir di Jogja, Merantau di Riau

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Berkunjung ke Rumah Atuk

14 Oktober 2015   09:10 Diperbarui: 14 Oktober 2015   11:54 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

HP bergetar, ada sms masuk.

"Bagaimana keadaan masjoko sekarang ? Ada berita musibah di masjidil haram."

"Alhamdulillah, kami baik-baik saja di hotel", jawabku, rupanya masih ada pulsa untuk sms. HP bergetar lagi dan bergetar lagi.

"Sudah ada sms dari Mas Y", seru Si Sulung Gantheng. Alhamdulillah. Soalnya, SMS terakhir dari anak Mas Y, no hp mas Y belum dapat dihubungi.   

"A juga sudah sms", seru Si Sulung Gantheng. Alhamdulillah lega rasanya. Akhirnya kami putuskan untuk tidur di kamar. Walaupun sebentar-sebentar telepon berdering, gantian di antara penghuni kamar, namun kami maklum. Itu pasti kontak dari tanah air. Paginya, mataku berkaca-kaca, masih ada sms yang masuk, menanyakan kabar kami. Sungguh perhatian yang sangat dibutuhkan dari kalangan dekat, ketika ada berita musibah besar terjadi, mereka mengkawatirkan nasib kami.

Kring, begitu juga ketika terjadi musibah di Mina. 

"Eyang baik-baik saja. Bagaimana dengan Bapak, eyang ? Hpnya belum bisa dihubungi ?", tanya cucu keponakan dengan nada cemas.

"Kontak saja lagi, mBak. Insya Allah nanti kan masuk. Sabar, ya", seruku.

Jadi benar terjadi targedi itu! Sempat menganggap isu saja, karena info yang muncul siang itu, kok bertentangan dengan info pagi harinya. Ah, ada berita apa lagi dari tanah air, nih. Rupanya ada tragedi di Mina. Lho kok bisa ?

Belum hilang rasa capek, setelah sampai di Mina, sehabis mabit, menginap sampai tengah malam dan mencari batu hampir tiga ratusan biji di Muzdhalifah, setelah seharian wukuf di Arafah. Awalnya, hanya ingin mengumpulkan tujuh kali empat batu saja, untuk melempar jumrah Aqobah. Pengalaman pertama dulu sewaktu berangkat haji, batu-batu sangat banyak di Jumarh Aqobah, kalau waktunya tepat, sudahlah dapat melempar sangat dekat dan dapat mengambil batu lagi untuk melempar pada hari yang lain, karena sepuluh tahun lalu, kami melempar jumrah di lantai pertama. Untung pikiran itu, segera kuhilangkan. Ikuti saja petunjuk. Rupanya itu keputusan yang sangat benar dan tepat. Kalau saja pikiran awal yang kupilih, tidak bisa dibayangkan apa yang terjadi setelah itu.  

Pagi-pagi sehabis sholat subuh, sudah ada kawan yang pulang melontar jumrah Aqobah. Ritual itu merupakan bagian terakhir bagi jemaah haji yang masih harus menggunakan pakaian ihram. Setelah melempar jumrah Aqobah dan melakukan tahalul, maka jemaah haji sudah boleh melepaskan pakain ihram dan menggantikannya dengan pakaian biasa sehari-hari. Hampir semua larangan ihram, kecuali berhubungan antara suami istri sudah tidak berlaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun