Mohon tunggu...
Mas Indra Putra Alamsyah
Mas Indra Putra Alamsyah Mohon Tunggu... Penulis - +62

Tata Kelola Pemilu dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Analisis Paslon Tunggal dan Kotak Kosong Pilkada 2020

26 Januari 2021   23:10 Diperbarui: 26 Januari 2021   23:17 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahasa kampanye hanya digunakan untuk pasangan calon dalam bagian ini adalah Paslon Tunggal. Sementara untuk kotak kosong menggunakan bahasa sosialisasi. Makna dan utilitas kampanye tentu berbeda dengan sosialisasi.

Kampanye menurut UU Nomor 7 tahun 2017 Tentang Pemilu bermakna sebagai kegiatan peserta Pemilu atau pihak lain yang ditunjuk peserta Pemilu untuk meyakinkan pemilih yang berisikan tentang visi, misi, program dan citra diri. Sementara makna sosialisasi menurut Peraturan KPU Nomor 8 tahun 2017 adalah suatu proses penyampaian informasi tentang tahapan dan program penyelenggaraan pemilihan.

Kegiatan sosialisasi kotak kosong diperbolehkan di daerah-daerah  yang terdapat Paslon Tunggal, maksud kegiatan ini adalah sebagai upaya penyebaran informasi kepada masyarakat bahwa di daerahnya terdapat Paslon Tunggal dan memilih kotak kosong merupakan sesuatu yang halal.

Pemilih kotak kosong tentu berbeda dengan pemilih Golongan Putih (Golput), perbedaannya adalah bila pemilih kotak kosong tetap memilih di TPS sementara pemilih Golput memilih menjauhkan diri (abstain) dari TPS atau dikenal dengan sebutan apatisme politik. Anehnya, keduanya ternyata memiliki persamaan yakni tidak memilih Paslon.

Kesimpulan

Joseph Schumpeter seorang Ilmuan Politik dan Ekonomi Amerika-Austria pernah mengatakan bahwa nilai dari sebuah demokrasi terdapat pada kesempatan yang dimiliki oleh masyarakat untuk menerima atau menolak dari orang yang akan memimpin mereka. Kotak kosong merupakan perwujudan dari sikap menolak atas calon yang ada.

Salah satu yang menjadi perhatian dan patut dibenahi adalah penurunan ambang batas minimal pencalonan dan syarat dukungan. Penurunan angka tersebut tentu membuka pintu bagi partai-partai yang memiliki kursi kecil. Masyarakat sebagai pemilih sebenarnya tidak melihat persentase kursi di parlemen karena sebenarnya yang diinginkan masyarakat saat ini adalah calon yang berkualitas dan mempunyai potensi besar dalam merealisasikan kesejahteraan yang haqiqi bukan elit politik yang suka lobi sana sini dan mengumbar janji.

Pola rekrutmen dan kaderisasi  yang konsisten, berjenjang dan terarah merupakan investasi partai politik dalam mencetak kader-kader yang siap memimpin di masa depan. Sikap pragmatis partai politik dalam pencalonan akan meredupkan potensi yang dimiliki oleh kader-kader terbaiknya. Sudah selayaknya kader-kader yang berkualitas diakomodir oleh partai sendiri di ruang -ruang legislatif atau eksekutif bukan kutu loncat oportunis yang lepas mahar sepah dibuang.

Kenaikan angka Paslon Tunggal melawan kotak kosong pada Pilkada 2020 merupakan alarm bahaya bagi kehidupan demokrasi di negara kita. Sudah seharusnya kita segera berbenah untuk menemukan pola yang ideal agar angka tersebut tidak semakin meningkat pada Pilkada selanjutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun