Mohon tunggu...
Mas Indra Putra Alamsyah
Mas Indra Putra Alamsyah Mohon Tunggu... Penulis - +62

Tata Kelola Pemilu dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Analisis Paslon Tunggal dan Kotak Kosong Pilkada 2020

26 Januari 2021   23:10 Diperbarui: 26 Januari 2021   23:17 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hal ini terjadi karena partai politik lebih memilih pertimbangan pragmatis atau ingin menang secara mudah dengan menyisihkan kader-kader potensial yang mungkin selama ini telah berusaha membangun dan menjaga marwah partainya.

Biasanya model partai politik seperti ini akan mengusung calon dari partai lain sebagai bagian dari deal politic atau mengusung calon non partai yang memiliki nilai ekonomi dan elektabilitas yang tinggi di mata masyarakat.

Terdapat beberapa kerugian yang akan dialami partai politik atas insiden di atas. Pertama, partai politik secara tidak langsung telah mengedukasi sikap pragmatis lebih penting dibandingkan sikap loyalitas dan militansi, dan tidak menutup kemungkinan kader tersebut akan menjadi “kutu loncat” (fleas) ke partai lain di masa akan datang.

Kedua, dengan mengusung calon di luar kader maka secara ideologis cita-cita dan harapan partai akan semakin sirna atau jauh api dari panggangan. Hal ini karena calon tersebut tidak mempunyai ikatan yang kuat (political ties) yang mewajibkan untuk bersikap loyal pada visi misi partai politik pengusung karena mungkin saja sudah terbayarkan dengan “mahar” politik.

Ketiga, partai politik akan kehilangan kesempatan dalam mencetak dan melahirkan kader-kader terbaik untuk duduk menjadi pemimpin bahkan berpotensi akan kekurangan figur politik di masa yang akan datang.

Terakhir, pemilih. Keberadaan kotak kosong lebih dimaknai sebagai kebuntuan dari minimnya pilihan. Kotak kosong merupakan sikap protes atas kinerja Paslon Tunggal jika yang bersangkutan merupakan bagian dari petahana.

Pemilih kotak kosong diperbolehkan dan dilindungi oleh konstitusi seperti yang tertuang dalam Pasal 54 C Ayat 2 UU Nomor 10 Tahun 2016. Keberadaan kotak kosong tentu sangat menarik untuk dikaji, soalnya begini, idealnya pada sebuah kontestasi persaingan akan menarik bila masing-masing gladiator (bahasa penulis) wajahnya terpampang di atas arena.

Hal ini tentu berbeda dengan Paslon Tunggal versus kotak kosong. Wajah sang Paslon nampak jelas sementara lawannya hanya sebentuk kotak kosong, sungguh geli melihatnya.

Kegelian pun berlanjut, lantas pemilih sebenarnya memilih siapa? lahhh kalau tidak tahu siapa yang akan dipilih, jadi untuk apa datang ke TPS???

Monolog di atas merupakan gambaran bahwa pemilih yang datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS)  bukan tanpa alasan yang jelas namun pemilihan atau penjoblosan kotak kosong merupakan suatu sikap atas pilihan dan situasi yang ada, sementara Golput merupakan sikap tidak memilih atas tawaran pilihan yang ada.

Jika Paslon Tunggal mempunyai kedudukan yang setara dengan kotak kosong, lantas bagaimana proses kampanyenya?. Sebenarnya banyak orang yang kurang memahami bagian ini akhirnya menggeneralisasikan keduanya hingga akhirnya menuntun pada interpretasi yang bias.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun