Mohon tunggu...
Ahmad Indra
Ahmad Indra Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

Aku ingin begini, aku ingin begitu. Ingin ini ingin itu banyak sekali

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kala NU dan Salafi "Berkongsi" Hadapi Hizbut Tahrir

12 Agustus 2019   13:14 Diperbarui: 12 Agustus 2019   15:38 1267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Unggahan Felix Siauw dalam Instagramnya | Sumber IG Felix Siauw

Lagi-lagi tentang Felix Siauw, sebuah karakter populer dalam kisah pergumulan negeri ini dengan wacana khilafah yang dibawa masuk oleh jaringan global, Hizbut Tahrir (HT). Felix secara definitip adalah seorang aktivis HT Indonesia (HTI) yang dilikuidasi pemerintah beberapa waktu lalu. 

Oleh sebab aktivitasnya yang berbau politik/kekuasaan, orang menganggap ormas satu itu tak gentle karena bersembunyi di balik nama "organisasi kemasyarakatan". Tujuannya yang ingin menyatukan umat Islam dalam 1 pemerintahan dipandang utopis berkaca pada kondisi negeri-negeri Islam yang telah berdaulat secara terpisah dengan memiliki 1 pemimpin di wilayahnya masing-masing. 

Di situlah HT berbenturan dengan pemerintahan di berbagai negara termasuk Indonesia. 

Sebelum pemberangusannya, mantan Ketua Umum PBNU, K.H. Hasyim Muzadi selama hidupnya pernah mengatakan bahwa HTI suatu saat akan berbenturan dengan pemerintah. Dan hal itu menjadi kenyataan saat rejim Joko Widodo - Jusuf Kalla berkuasa. 

Ormas yang mendapat legitimasi pada pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono melalui Keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor AHU-0028.60.10.2014 itu akhirnya digugurkan. 

Namun bukan aktivis namanya jika perjuangan mereka terhenti sampai di situ. Dan Felix adalah salah satu nama yang bisa disebutkan. 

Dimaklumatkannya hasil Ijtima' Ulama IV yang diselenggarakan di Sentul, Bogor pada 5 Agustus 2019 lalu membawa angin segar bagi pergerakan aktivis khilafah. Salah satu poin yang menyatakan wajibnya khilafah dihembuskan untuk menghantam para penentang HTI dan golongan lain yang mengkampanyekan khilafah. Termasuk oleh Felix dalam instagramnya. 

"Semua ulama ahlussunnah wal jamaah telah sepakat bahwa penerapan syariah dan penegakan khilafah serta amar ma'ruf nahi munkar adalah kewajiban agama Islam". Itu bunyi butirnya. 

Namun dalam unggahannya, Felix hanya menyitir sebagian saja. Dia seolah melupakan salah satu putusan ijtima' yakni butir 3.6. yang berbunyi: 

"Mewujudkan NKRI bersyariah yang berdasarkan Pancasila sebagaimana termaktub dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945 dengan prinsip ayat suci di atas ayat konstitusi agar diimplementasikan dalam kehidupan Beragama, Berbangsa dan Bernegara". 

Entah apa alasannya. Bisa jadi jika dia mengutip pasal 3.6 itu maka propaganda khilafahnya akan ternetralisir karena putusan itu secara de jure mengakui keberadaan negara demokrasi sebagai sebuah pemerintahan berdaulat. Sedangkan bagi HTI, demokrasi bukanlah sistem pemerintahan yang wajib dibela apalagi diperjuangkan. 

Dalam unggahannya itu, sebenarnya Felix mengakui adanya perbedaan pendapat mengenai khilafah. Dengan demikian, harusnya Felix dan kelompoknya sadar diri dan tak memaksakan paradigmanya pada masyarakat muslim di Indonesia yang sudah terhimpun dalam sebuah negara. 

Dan seperti biasa, rentetan kalimat berikutnya mengarah pada ungkapan bahwa khilafah adalah solusi dari segala macam kedzaliman. Seolah melupakan berbagai macam intrik politik yang terjadi pada masa kekhalifahan sepanjang masa yang diwarnai juga dengan pertumpahan darah. Hal itu juga tentunya merupakan fakta selain fakta-fakta tentang kegemilangan Islam dan ilmu pengetahuan pada masa pemerintahan dinasti-dinasti tersebut. 

Khalifah di Masing-masing Wilayah 

Hizbut Tahrir menjadikan khilafah sebagai tujuan. Tanpanya, Islam tak menjadi kaffah. Dengan begitu, mereka otomatis menafikkan ijtihad ulama yang mengesahkan berdirinya pemerintahan di wilayah-wilayah tertentu yang tak menginduk pada 1 kekhalifahan. 

Menganggap penegakan khilafah sebagai tujuan utama adalah sebuah kedustaan, setidaknya hal itu yang dikatakan oleh ulama abad pertangahan Syekh Ibnu Taimiyah al-Harrani (w. 1328 M), sebagaimana dikutip oleh ulama Salafi, Syekh Rabi' al-Madkhali dalam "Manhajul Anbiya' fi al-Da'wa Ilallah". 

Sanggahan atas kampanye agen-agen khilafah yang menempatkan penegakan khilafah sebagai tujuan muncul pula dari seorang ulama Saudi, Syekh Muhammad Nashiruddin al-Albani. 

"Maka Negara Islam -tanpa diragukan lagi- kedudukannya sebagai sarana untuk menegakkan hukum Allah di muka bumi, dan bukan sebagai tujuan itu sendiri", demikian perkataan Syekh al-Albani sebagaimana dikutip Muslim.or.id

Pun para dai Salafi yang ada di Indonesia tak mendukung gerakan pro khilafah yang kerap dipandang menyalahkan pemerintahan yang sudah berdiri. Salah satunya muncul dari dai muda yang beberapa waktu lalu mendapatkan penolakan di Aceh, Dr. Firanda Andirja. 


Diungkapkannya bahwa umat Islam harus realistis memandang keadaan dimana umat Islam sudah berada di bawah kepemimpinan "khalifah"-nya masing-masing. Kampanye pro khilafah dikatakannya lebih mirip sebagai ajakan untuk memberontak kepada pemerintah yang sudah ada. 

Dalam kasus ini, pandangan Salafi dan salah satu pengikut Asy'ariyah yakni Nahdlatul Ulama adalah sama. 

Pengangkatan seorang pemimpin atau khalifah di masing-masing wilayah adalah boleh karena sifatnya yang darurat (dlaruri). Sehingga kita tak akan menemukan pernyataan yang bersifat subversip dari 2 golongan ini. 

Salah satu peristiwa yang merekam legitimasi para ulama akan keabsahan sebuah pemerintahan yang didirikan di wilayah Sabang hingga Merauke adalah Konferensi Ulama pada 3 - 6 Maret 1954 di Cipanas Bogor. Salah satu butir yang ditetapkan pada perhelatan itu adalah penetapan Presiden Soekarno sebagai waliy al-amr al-dlaruri bi al-syaukah atau pemegang pemerintahan dalam keadaan darurat. 

Salah satu pendiri NU, KH. Abdulwahhab Hasbullah dalam satu ulasannya di depan parlemen pada 29 Maret 1954 menyebut bahwa seorang Imam al-A'dham (pemimpin umat Islam yang tunggal) haruslah memiliki kemampuan keislaman yang mumpuni bukan sekedar cakap dalam politik. Dan jika tak ditemui orang yang memiliki kualitas demikian, maka wajib bagi umat Islam memilih pemimpin dalam konteks darurat, seperti Soekarno misalnya. 

Pandangan-pandangan seperti itu yang nampak akan dikikis oleh HT. Mereka memasang target untuk menghimpun kembali umat Islam yang kini sudah tersebar di penjuru dunia dalam satu kekuasaan di bawah 1 pemimpin sebagaimana keadaan di masa Khulafa al-Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali). 

Termasuk pada masa pemerintahan kerajaan Islam pertama selepas mundurnya sayyidina Hasan bin Ali bin Abi Thalib -- Dinasti Umayyah --yang kemudian diruntuhkan oleh Bani Abasiyyah hingga akhirnya berdiri dan runtuhnya Dinasti Utsmaniyah yang berpusat di Turki. 

Salah satu dalil yang kerap dimunculkan dalam kampanye pro khilafah adalah "hadits 5 zaman" yang mengetengahkan ramalah nabi tentang masa sepeninggalnya. 

Lima zaman itu meliputi zaman kenabian, khilafah 'ala minhajin nubuwwah (khilafah di atas jalan kenabian), mulkan 'adhan (penguasa yang mengigit), mulkan jabbariyan (penguasa yang memaksakan kehendak) dan kemudian kembali ke zaman khilafah 'ala minhajin nubuwwah. 

Para penggerak khilafah berpendapat bahwa masa kini adalah masa keempat yang diawali dengan runtuhnya kekhalifahan Turki Utsmani. Dan kini mereka tengah giat untuk menggalang kekuatan untuk meraih zaman terakhir, kembalinya khilafah 'ala minhaj nubuwwah. Padahal status hadits tersebut masih dipermasalahkan selain sedikitnya kandungan al-Quran dan kalam rasul yang menyinggung masalah khilafah itu. 

Bahkan kakek dari Syekh Taqiyuddin al-Nabhani pendiri Hizbut Tahrir sendiri, yakni Syekh Yusuf bin Ismail al-Nabhani pun berpendapat bahwa masa ke-5 sudah berlalu ditandai dengan masa kepemimpinan amirul mu'minin nan saleh, Umar bin Abdul Aziz. 

Kini yang menjadi pertanyaan, apakah para ulama yang terlibat dalam Ijtima' IV benar-benar menempatkah khilafah sebagai tujuan yang hendak dicapai?

Kita nantikan saja kisah selanjutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun