Mohon tunggu...
Ahmad Indra
Ahmad Indra Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

Aku ingin begini, aku ingin begitu. Ingin ini ingin itu banyak sekali

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kala NU dan Salafi "Berkongsi" Hadapi Hizbut Tahrir

12 Agustus 2019   13:14 Diperbarui: 12 Agustus 2019   15:38 1267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Unggahan Felix Siauw dalam Instagramnya | Sumber IG Felix Siauw

Entah apa alasannya. Bisa jadi jika dia mengutip pasal 3.6 itu maka propaganda khilafahnya akan ternetralisir karena putusan itu secara de jure mengakui keberadaan negara demokrasi sebagai sebuah pemerintahan berdaulat. Sedangkan bagi HTI, demokrasi bukanlah sistem pemerintahan yang wajib dibela apalagi diperjuangkan. 

Dalam unggahannya itu, sebenarnya Felix mengakui adanya perbedaan pendapat mengenai khilafah. Dengan demikian, harusnya Felix dan kelompoknya sadar diri dan tak memaksakan paradigmanya pada masyarakat muslim di Indonesia yang sudah terhimpun dalam sebuah negara. 

Dan seperti biasa, rentetan kalimat berikutnya mengarah pada ungkapan bahwa khilafah adalah solusi dari segala macam kedzaliman. Seolah melupakan berbagai macam intrik politik yang terjadi pada masa kekhalifahan sepanjang masa yang diwarnai juga dengan pertumpahan darah. Hal itu juga tentunya merupakan fakta selain fakta-fakta tentang kegemilangan Islam dan ilmu pengetahuan pada masa pemerintahan dinasti-dinasti tersebut. 

Khalifah di Masing-masing Wilayah 

Hizbut Tahrir menjadikan khilafah sebagai tujuan. Tanpanya, Islam tak menjadi kaffah. Dengan begitu, mereka otomatis menafikkan ijtihad ulama yang mengesahkan berdirinya pemerintahan di wilayah-wilayah tertentu yang tak menginduk pada 1 kekhalifahan. 

Menganggap penegakan khilafah sebagai tujuan utama adalah sebuah kedustaan, setidaknya hal itu yang dikatakan oleh ulama abad pertangahan Syekh Ibnu Taimiyah al-Harrani (w. 1328 M), sebagaimana dikutip oleh ulama Salafi, Syekh Rabi' al-Madkhali dalam "Manhajul Anbiya' fi al-Da'wa Ilallah". 

Sanggahan atas kampanye agen-agen khilafah yang menempatkan penegakan khilafah sebagai tujuan muncul pula dari seorang ulama Saudi, Syekh Muhammad Nashiruddin al-Albani. 

"Maka Negara Islam -tanpa diragukan lagi- kedudukannya sebagai sarana untuk menegakkan hukum Allah di muka bumi, dan bukan sebagai tujuan itu sendiri", demikian perkataan Syekh al-Albani sebagaimana dikutip Muslim.or.id

Pun para dai Salafi yang ada di Indonesia tak mendukung gerakan pro khilafah yang kerap dipandang menyalahkan pemerintahan yang sudah berdiri. Salah satunya muncul dari dai muda yang beberapa waktu lalu mendapatkan penolakan di Aceh, Dr. Firanda Andirja. 


Diungkapkannya bahwa umat Islam harus realistis memandang keadaan dimana umat Islam sudah berada di bawah kepemimpinan "khalifah"-nya masing-masing. Kampanye pro khilafah dikatakannya lebih mirip sebagai ajakan untuk memberontak kepada pemerintah yang sudah ada. 

Dalam kasus ini, pandangan Salafi dan salah satu pengikut Asy'ariyah yakni Nahdlatul Ulama adalah sama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun