Mohon tunggu...
Ahmad Indra
Ahmad Indra Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

Aku ingin begini, aku ingin begitu. Ingin ini ingin itu banyak sekali

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Wahabi, Sebutan yang Terdistorsi

25 Desember 2019   22:35 Diperbarui: 16 Maret 2024   09:13 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baik STAI Ali bin Abi Thalib maupun Khalid Basalamah sebelumnya pernah bermasalah dengan masyarakat muslim sekitarnya. Lembaga pimpinan Ba' Mualim pada 2015 lalu pernah berkasus dengan warga karena mengharamkan Maulid Nabi yang sudah menjadi tradisi di kalangan umat Islam. Sedangkan Khalid pernah mengalami penolakan dari GP Ansor pada 2017 saat hendak berceramah di Sidoarjo*. 

Meski berbeda mengenai muasalnya, pernyataan Ba' Mualim dan Khalid memiliki persamaan yakni menyandarkan asal muasal penyebutan Wahabi kepada golongan di luar umat Islam yang notabene distempel negatif. Hal itu secara psikologis akan menimbulkan counter kepada para penyemat istilah Wahabi bahkan oleh awam yang tak memiliki pengetahuan mengenai sejarah golongan itu sekalipun. Dan biasanya, mereka pun akan menstempel penyebut Wahabi sebagai Syiah, pemecah belah umat, liberal, sekuler dan sejenisnya.

Wahabi, Pengikut Muhammad bin Abdul Wahab bukan Yang Lain

Komentar lugas datang dari dai asal Riau, Ustadz Abdul Somad. Lulusan Universitas Al-Azhar Mesir itu mengatakan bahwa Wahabi yang tak lain adalah Salafi itu sebagai pengikut Syekh Muhammad bin Abdul Wahab. Mereka berganti sebutan menjadi Salafi karena imej "Wahabi" yang kadung buruk. 


Sementara itu da'i muda Nahdlatul Ulama lulusan Ponpes Sidogiri yang telah menghasilkan beberapa buku sanggahan terhadap Wahabi, Muhammad Idrus Ramli, menyatakan bahwa julukan Wahabi justru berasal dari ulama Wahabi sendiri. Disebutkannya, sebuah kitab karangan ulama Wahabi dengan jelas menyebut nama Wahabi sebagai identitas mereka. Berjudul al-Hadiyah Al-Saniyyah wa al-Tuhfah al-Wahhabiyah al-Najdiyah, kitab itu diterbitkan oleh penerbitan milik Rasyid Ridha di Mesir*.

Pendapat yang sama --Wahabi adalah pengikut Muhammad bin Abdul Wahab-- pun datang dari dai Muhammadiyah yang dikenal luas melalui gerakan 212, Bachtiar Nasir. Sebagaimana yang dituliskannya di sebuah artikel di Republika*. Bahkan mantan panglima Laskar Jihad, Ja'far Umar Thalib pun secara terang benderang menyandarkan sebutan Wahabi kepada Syekh Muhammad bin Abdul Wahab. Pernyataannya itu tertulis dalam situs Voa-Islam*.

Merujuk pada beberapa fakta di atas, seyogyanya sanggahan terhadap penisbatan sebutan Wahabi tak perlu lagi diperpanjang. Para pengikut Wahabi dan simpatisannya tak perlu lagi sungkan mengaku dirinya sebagai Wahabi dan para penyebut Wahabi pun tak perlu goyah mengenai subyek yang tengah dibicarakannya.

Termasuk saat ada pihak yang menukil dialog yang menyebutkan sebuah kitab karya Imam Lakhmi yang memuat nama Wahabi sehingga mustahil jika Wahabi ditujukan kepada pengikut Muhammad bin Abdul Wahab yang hidup berabad-abad setelah Imam Lakhmi (abad ke-3 Hijriyah).

Perkara lain seperti yang disampaikan oleh Khalid Basalamah bahwa julukan itu untuk menjauhkan umat Islam dari ajaran ahlussunnah pun dapat diperdebatkan. Karena banyak kalangan justru melihat bahwa pengikut Wahabi-lah yang menyempal dari al-sawadul a'dham, umat Islam ahlussunnah wal jamaah yang mayoritas meskipun Wahabi getol mengumandangkan jargon 'Kembali kepada kemurnian Islam', 'Kembali kepada al-Quran dan al-sunnah' dan sejenisnya.

Lalu mengenai tudingan 'ahli bid'ah' yang kerap dilayangkan para pengikut Wahabi kepada para praktisi Maulid, tahlil & yasinan misalnya, maka hal itu pun dapat didiskusikan secara ilmiah dengan segenap dalil-dalilnya.

_____

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun