Mohon tunggu...
Mas Imam
Mas Imam Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

..ketika HATI bersuara dan RASA menuliskannya..

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Apa Guna Puisimu?

11 Januari 2016   08:38 Diperbarui: 20 Januari 2016   13:23 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ku lihat kau belajar bahasa

Beribu kata kau ingat, terus berlatih diksi

Terus kau pahat seolah patung, tatap seolah lukisan, raba seolah wanita

Kini kau mahir bercerita tangkapan, lihai menuang rasa

 

Lalu, apa maksud semua puisi indahmu?

Apakah kau ingin sampaikan bahwa itu mahakarya?

Banyak orang terkagum meski tak memahaminya? Indah tanpa guna?

Jika demikian, pergilah ke langit, susul puisimu!

Bawa sekalian penamu, jangan sampai tertinggal!

Ciptalah puisi indah untukmu dan Tuhanmu Yang Maha Memahami

 

Lalu, apa maksud semua puisi indahmu?

Apakah kau ingin pengakuan sebanyak khalayak?

Ku lihat kau mendapatkannya, berkarung pengakuan telah tersemat

Lantas kau apakan semua pengakuan itu? Sulam mewujud jubah kebanggaan?

Ku ingatkan, kelak kau hanya kan ditanya perihal amalan bukan kebanggaan!

Dicecar tanya tanpa jubah, hanya berbungkus putih mori!

 

Lalu, apa maksud semua puisi indahmu?

Kau membuat puisi berdasar permintaan pasar

Kau bukan pencipta, kau pedagang puisi!

Menyenangkan pembaca, berbagi bahagia, itukah dalihmu kini?

Kau bohong!, hatimu lirih berujar kau nikmati kerumunan, bangga jadi sorot pujian

Ku bertanya, apa arti kebanggaan jika kau adalah budak puisimu, budak mereka?

 

Lalu, apa maksud semua puisi indahmu?

Kau sampaikan kebenaran, menghapus pahit kenyataan

Menjadikan puisimu berdaya, berpunya daya tuk perubahan, naik kelas katamu?

Pikirkan kembali! Itukah kebenaran? atau sebatas keyakinan yang kau amini sendiri?

Bercermin dengan seksama, dengan jeli, telitilah!

Apakah sudah rapi, sudah suci? Bukahkah kau sendiri sedang berbenah, terus berubah?!

 

Ambilah secuil putih, secuil hitam, lantas aduklah rata

Jadikan puisimu adonan yang jelas lugas kelabu, setegas kelabu mampu

Taruhlah di tengah, bersanding kiri-kanan di tepian

Biarkan kelabu puisi mengambang terdiam di sana

Menggandeng hitam dan putih, memijak bumi menatap langit

Sebatas menyapa rasa, meregang nalar, melapis ingatan, dan biarkan rasa tiap pembaca bergerak sesuai gairahnya

-----

Semua ini bukan tertuju padamu, kau sebatas cermin

Ini pantul puisi yang kembali!

         ***

________________

Puisi ini termasuk dalam Kumpulan Puisi tema: BUDAYA DAN SASTRA

Kumpulan puisi tema lain: BIJAK KEHIDUPAN |  CINTA DAN PENDIDIKAN | EKONOMI  |  HUKUM  | ANTI-KEKERASAN  |  LINGKUNGAN ALAM |  KESEHATAN  |  MUSIM  |  POLITIK |  URBAN |

sumber ilustrasi foto |

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun