Mohon tunggu...
Analisis Pilihan

Jelang Pemilu, APK Jadi Penyumbang Sampah Visual Terbesar di Yogyakarta

27 Maret 2019   23:39 Diperbarui: 27 Maret 2019   23:57 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://nusantara.medcom.id 

Jelang Pemilu, APK Jadi Penyumbang Sampah Visual Terbesar Di Yogyakarta!

Menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2019, alat peraga kampanye (APK) di Yogyakarta terus bertambah dan menjadi penyumbang sampah visual terbesar.

-----------------------------------------------

Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 bakal terselenggara tak kurang dari dua bulan lagi. Mendekati perayaan pesta demokrasi tersebut, para calon legislatif (Caleg) kini saling berlomba-lomba mengkampanyekan diri agar meraih banyak pendukung.

Hampir sebagian dari mereka pun menggelontorkan jutaan rupiah untuk membuat dan memasang alat peraga kampanye (APK). Maraknya pemasangan APK di area publik itu membuat wajah Kota Yogyakarta kini dipenuhi gambar para politikus.

APK berupa baliho, poster, banner, hingga rontek itu sendiri sangat mudah ditemui di Kota Yogyakarta. Sebab, hampir di setiap persimpangan jalan raya ataupun tembok kosong hampir dipastikan terdapat APK.

Alhasil, saat ini APK pun dinilai menjadi penyumbang sampah visual terbesar di Yogyakarta. Padahal, pemasangan APK tidak boleh sembarangan dan sudah diatur oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Langgar Perda dan Etika Pariwara Indonesia

Selain itu, pemasangan APK secara sembarangan juga melanggar Peraturan Daerah (Perda) No 2 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Reklame dan Etika Pariwara Indonesia.

Keduanya mengisahkan tentang aturan yang sama terkait pemasangan iklan luar ruang. Meski tidak disebutkan secara khusus terkait APK, pemasangan tersebut tetap melanggar karena APK tergolong dalam iklan luar ruang.

Pada Etika Pariwara Indonesia (EPI), peraturan tersebut tercantum dalam poin 4.4. Isinya menjelaskan tentang bagaimana iklan luar ruang termasuk APK tidak boleh terpasang di fasilitas umum, bahu jalan, hingga bangunan bersejarah.

Peraturan khusus terkait APK sendiri pun sebenarnya sudah dikeluarkan oleh Bawaslu. Bahkan, mereka juga telah mensosialisasikan program tersebut kepada seluruh partai politik.

Bawaslu Amankan 2.811 APK 

Dilansir dari Tribun Jogja, Koordinator Divisi Pengawasan, Hukum, dan Hubungan Antarlembaga Bawaslu Kota Yogyakarta, Noor Harsya Aryo Samudro mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengamankan 2.811 sampah visual APK sejak September 2018 hingga Januari 2019.

Angka tersebut pun dinilai Bawaslu Kota Yogyakarta sangat tinggi. Bahkan menurutnya, jumlah itu menjadi yang terbesar di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Noor Harsya menambahkan, nilai itu akan lebih banyak jika bendera partai politik juga turut dihitung. Sebab, hingga kini Bawaslu Kota Yogyakarta masih menunggu kepastian dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait apakah bendera termasuk dalam APK.

https://nusantara.medcom.id 
https://nusantara.medcom.id 

Coreng Citra Kota Budaya

Menjamurnya sampah visual APK hingga kini mendapatkan tanggapan dari berbagai masyarakat. Sebagian dari mereka pun mengatakan bahwa APK itu menganggu pemandangan dan merusak wajah Kota Yogyakarta.

Inisiator Reresik Sampah Visual dan Dosen Komunikasi Visual FSR ISI Yogyakarta, Sumbo Tinarbuko mengatakan, secara tidak sadar APK yang menjadi sampah visual tersebut sudah mencoreng citra Yogyakarta sebagai Kota Budaya.

Padahal menurut Sumbo, kelebihan tersebut seharusnya menjadikan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai tauladan wilayah lain dalam pelaksanaan kampanye. Secara politik para caleg memang mesti memasang APK dengan payung kebudayaan.

Sumbo menambahkan, kampanye politik di Yogyakarta seyogyanya juga harus menghadirkan nilai komunikatif, artistik, menarik, dan unik. Hal tersebut dapat dilakukan denganmembuat APK menjadi dekorasi kota. Alhasil, dengan begitu pun APK tidak lagi menjadi sampah visual.

"Sampah visual iklan politik dan APK milik mereka justru mengotori wajah Daerah Istimewa Yogyakarta," - Inisiator Reresik Sampah Visual dan Dosen Komunikasi Visual FSR ISI Yogyakart, Sumbo Tinarbuko.

Bukan Zamannya Lagi Bikin Sampah Visual

Hadirnya era industri 4.0 yang serba teknologi canggih seharusnya juga membuat para caleg berganti strategi kampanye.

Jika dahulunya APK dibuat dalam bentuk cetak, maka bagaimana caranya  caleg-caleg tersebut beralih serba digital.

Dilansir dari KRjogja.com, CEO Syafaat Marcomm Andika Dwijatmiko mengatakan bahwa saat ini bukan lagi zamannya berpromosi dengan bahan cetak yang menimbulkan sampah visual. Menurutnya, hal tersebut sangat lah tidak efektif. Sebab, gaya hidup masyarakat sendiri saat ini sudah tidak bisa terlepas dari gawai.

Andika pun menyarankan, promosi sebaiknya lebih gencar dilakukan di media sosial. Melalui aplikasi itulah dinilainya akan lebih banyak masyarakat yang terpapar informasi.

"Orang-orang juga pada enggak ngelihat poster, kan sekarang yang pada dilihat gadget," - CEO Syafaat Marcomm, Andika Dwijatmiko.

Kapok, Jogja Garuk Sampah Pilih Tutup Mata Soal APK

Jogja Garuk Sampah merupakan gerakan sosial yang bergerak di bidang lingkungan. Setiap Rabu malam, gerakan ini selalu memungut sampah-sampah yang mengotori Kota Yogyakarta.

Pada awalnya, gerakan yang mulai berdiri sejak akhir tahun 2015 tersebut hanya fokus memungut sampah rumah tangga. Namun, para relawan merasa permasalahan sampah visual juga tidak bisa di diamkan begitu saja. Akhirnya, mereka pun mulai memungut sampah visual berupa poster, banner, spanduk, dan rontek.

Empat tahun sudah perjalanan Jogja Garuk Sampah berlalu. Berbagai ragam kisah pun mewarnai jalannya gerakan ini. Ditemui di kediamannya, Koordinator Jogja Garuk Sampah Bekti Maulana mengungkapkan, pengalaman pahit seperti mendapat ancaman bahkan pengroyokan pernah menimpa relawan.

Hal itu lah yang akhirnya membuat Jogja Garuk Sampah memilih untuk menutup mata terkait sampah visual APK yang ada di Yogyakarta. Menurut Bekti, kasus tersebut biarlah pihak berwenang saja yang membersihkan.

Meski menilai APK saat ini menjadi penyumbang sampah visual terbesar di Yogyakarta, Bekti pun mengaku tetap tidak akan terjun langsung ke lapangan.

Sebab, bagi Bekti keamanan relawan lah yang terpenting. Sehingga ia pun selalu berusaha meminimalisir bentrokan. Padahal seperti yang diketahui, terdapat genk-genk besar yang berada di balik partai politik.

"Kami tutup mata bukan berarti tidak peduli, tapi kami menjaga keselamatan relawan. Selama ini kami juga tetap melakukan pelaporan ke dinas terkait agar segera dibersihkan," - Koordinator Jogja Garuk Sampah, Bekti Maulana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun