Mohon tunggu...
Mas Gunggung
Mas Gunggung Mohon Tunggu... Penulis -

Selamat menikmati cerita silat "Tembang Tanpa Syair". Semoga bermanfaat dan menjadi kebaikan bersama.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tembang Tanpa Syair - Jagad Tangguh - Bagian 15

9 Agustus 2016   15:56 Diperbarui: 9 Agustus 2016   16:16 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Setelah itu, rasa yang tadi muncul kini kembali dan makin menguat. Perlahan aku kembali berdiri, lalu kuangkat satu kaki yang ditekuk ke depan, tangan kiriku kusilangkan di atas dada, sedangkan tangan kanan kuangkat tinggi-tinggi. Semua rasa kini sudah menyatu dan hanya satu. Tak ada yang lain. Konsentrasi yang satu. Keyakinan yang satu. Pandanganku tajam menatap batu kali didepanku. Kuhirup napas dengan halus lalu secepatnya kulepaskan Sosro Birowo kepada batu kali itu.

"Sosro Birowoo...!", gumamku perlahan dengan penuh keyakinan.

BRAAKKK!

Batu kali itu pecah berhamburan ke segala arah saat terkena sisi telapak tangan kananku.

Segera kutarik kembali tanganku dan mengatur tenaga. Getaran tenaga di tanganku masih begitu terasa. Nampaknya aku belum mampu melakukan pengaturan tenaga yang tepat. Aku hanya melontarkan secara maksimal. Untuk tahap pertama, ini sudah suatu kemajuan yang sangat berarti setelah sebelumnya kegagalan demi kegagalan kulalui. Keberhasilan inipun sebenarnya masih sangat. Kupandangi pecahan batu kali yang tersisa didepanku. Kemudian kuangkat tanganku sedikit, kupandangi telapak tanganku. Masih ada sedikit bergetar. Tangan yang tersusun dari tulang dan daging ini ternyata bisa digunakan untuk merontokkan batu kali sebesar kepala orang dewasa dengan tanpa cedera sedikitpun.

Aku kembali duduk bersila dan memejamkan mata. Entah tiba-tiba aku teringat lagi ucapan ayah.

"Nak, ketika kamu sudah berhasil mencapai tahap keilmuan yang diharapkan. Selalu ingatlah bahwa diatas ilmu itu ada hikmah dan kebijaksanaan.

Ketika dulu ayah katakan bahwa saat belajar Sosro Birowo itu artinya jalanmu sedang menuju Sosro Birowo. Saat berjalan, janganlah menoleh pada yang lain seberapapun ia nampak indah dan mempesona bagimu. Itu adalah tahapan pemahaman akan ilmunya.

Sama halnya apabila kamu sedang berjalan menuju kepadaNya. Kamu mesti akan melihat atau mendapati hal-hal yang mempesonamu, atau menyenangkanmu, membanggakanmu, atau bisa saja menakutkanmu. Jika saat itu kamu menengok pada segala keindahan itu, maka sesungguhnya jalanmu sedang tertahan. Manakala kamu justru berpaling dan berbelok menuju jalan keindahan itu, maka sesungguhnya kamu sudah keluar dari jalanNya.

Makin kamu terpesona dengan keindahan itu, yang mungkin saja membuatmu menjadi seakan nampak begitu 'indah', begitu 'hebat', begitu 'sakti', maka jalanmu akan makin menjauh dari jalanNya yang awalnya sedang berusaha kamu lalui.", ucap ayah begitu jelas terngiang dalam memoriku.

Saat itu aku bertanya pada ayah, "Lalu apa yang harus kulakukan?".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun