Aku langsung berdiri. Kemudian diikuti oleh adikku. Kami berjalan menuju dua pohon kelapa di dekat ayah. Aku berjalan disebelah kanan sementara adik berjalan disebelah kiri.
Perlahan-lahan, kami berdua menaiki pohon kelapa masing-masing. Dari sudut mata, aku melihat ayah memperhatikan kami berdua. Adikku ini sedikit tomboy. Ia tidak pernah ragu untuk naik pohon yang cukup tinggi.
Tidak perlu waktu lama, aku dan adikku sudah sampai ke puncak. Aku memandang pada tubuh ayah. Aku melihat adikku diseberang pohon juga melakukan hal yang sama.
"Bagus! Sekarang loncatlah dari pohon itu!", teriak ayah lantang.
Tanpa berpikir, aku langsung melompat dari puncak pohon kelapa yang kupanjat. Sekilas aku melihat keterkejutan yang amat sangat terpancar dari wajah adik. Ia nampaknya ragu.
Tubuhku meluncur deras. Aku pasrah saja. Bahkan apabila tubuhku menghantam tanah dengan keraspun aku tidak peduli. Tanpa sadar aku memejamkan mata. Jujur, saat itu aku takut sekali.
Aku menunggu detik-detik tubuhku menghantam tanah dengan keras. Tapi sekejap aku merasa ada sebuah tangan yang kokoh tapi lembut menahan laju tubuhku. Eh, aku tidak merasa terjadi benturan keras. Sebaliknya, aku merasa dibaringkan ke tanah dengan lembut. Sangat lembut.
Aku membuka mata. Tidak percaya yang kualami tadi.
"Cukup! Semua kembali kesini", pinta ayah.
Aku bergegas bangun, sementara adikku segera meluncur turun dari pohon kelapa. Kami kemudian kembali duduk di tempat semula.
"Inilah salah satu sebab utama dari keberhasilan kakakmu", ucap ayah tenang.