Lelaki dengan basahan keringat itu menjawab pelan. "Saya sudah biasa berdesak-desakan di bus ini mas. Pindah transportasi lain juga belum bisa kan....?"
Wajahnya penuh lelah sebab berdesak-desakan. Pengamatan saya, rata-rata penumpang adalah orang-orang pinggiran. Termasuk saya, dan orang-orang yang berdesak-desakan.
"Semoga pemerintah segera memberikan transportasi yang nyaman buat kita mas. Saya juga berharap negara ini selalu dalam lindungan Allah swt. Biarlah sementara saya berdesakan di sini. Yang penting pemerintah telah berusaha memperbaiki nasib kami..." Lelaki itu menatap saya. Dalam kondisi seperti, masih saja ia mendoakan negaranya. Meskipun negara tidak pernah berdoa untuk perubahan nasibnya.
"Semoga saja begitu mas...." Jawab saya antara ikhlas dan tidak ikhlas.
Saya berharap Pak Presiden atau Pak Gubernur sesekali ikut berdesakan di busway ini. Tujuannya adalah agar dapat merasakan apa yang rakyat kecil rasakan. Tapi, kedatangan para pejabat ini bisa ditebak, hanya datang pada saat musim politik.
Mereka datang hanya untuk sekedar mencuri suara rakyat marginal. Politik pencitraan itulah yang sering terjadi. Mereka datang kepada kami orang-orang miskin dengan seribu janji perubahan. Setelah musim pemilu selesai, rakyat kecil ditinggalkan begitu saja.
Mata saya terus memandang ke luar jalan Jakarta. BusTrans Jakarta Mampang-Lebak Bulus terus bergerak. Sampai kapan transportasi ini akan benar-benar dinikmati rakyat kecil? Negara besar ini, sekedar untuk memberikan transportasi nyaman saja sangat susah.
Salam Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H