“Terus bagaimana selanjutnya bang?” tanya pak Leman, mungkin dia mengira kami akan menagih utang isterinya “Kalau untuk saat ini kami belum bisa bayar”, saya merangkul pak Leman, dia terlihat bingung,
“Begini bang, seperti kata saya tadi, itu bukan utang, kami ikhlas membantu keluarga abang” kataku kemudian ”Tapi supaya tidak jadi beban almarhumah, sebelum dia di shalatkan saya harus ikrarkan bahwa utang almarhumah sudah saya anggap lunas”, pak Leman langsung memelukku, air matanya berhamburan membasahi bajuku,
“Terima kasih bang, terima kasih, semoga Allah membalas kebaikan abang dan kakak” itulah ucapan yang keluar dari mulutnya disela isak tangis yang sudah tidak tertahan, kulihat isteriku juga ikut-ikutan menangis. Tapi dibalik itu ada kesejukan mengalir dalam dada saya, meski kehidupan keluarga kami belum bisa dikatakan berkecukupan, tapi setidaknya kami sudah pernah berbagai kepada orang lain yang lebih membutuhkan, meski tak seberapa jumlahnya, tapi mungkin bisa memberi manfaat bagi keluarga pak Leman dan kak Ijah selama beberapa tahun belakangan ini, atau setidaknya kami sudah bisa melepaskan dia dari jeratan renternir yang selama ini membuat hidupnya sangat menderita, sebelum akhirnya Allah “mengakhiri” derita hidup kak Ijah dengan memanggilnya ke pangkuanNya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H