Mohon tunggu...
Fathan Muhammad Taufiq
Fathan Muhammad Taufiq Mohon Tunggu... Administrasi - PNS yang punya hobi menulis

Pengabdi petani di Dataran Tinggi Gayo, peminat bidang Pertanian, Ketahanan Pangan dan Agroklimatologi

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

[Resensi] Fasihnya “Presiden Kopi” Bertutur tentang Negerinya

14 September 2016   10:44 Diperbarui: 14 September 2016   13:24 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Judul Buku: Hikayat Negeri Kopi
Penulis :Syukri Muhammad Syukri
Penerbit: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo)
Cetakan: I, Agustus 2016
Tebal halaman: Xv + 301 Halaman
ISBN: 978-602-375-573-8

Mencari penggemar, penikmat atau pecinta kopi tentu bukan hal yang sulit, karena di setiap sudut di permukaan bumi ini tersebar jutaan penyuka minuman berkafein ini. 

Begitu juga dengan pengamat, peneliti dan pemerhati kopi, jumlahnya bisa mencapai ribuan dan tersebar di berbagai media baik media elektronik, media cetak maupun media online serta berbagai lembaga penelitian, dan setiap hari kita bisa menyimak ulasan mereka tentang kopi melalui media.

Tapi mencari sosok yang fasih berkisah atau bertutur tentang kopi secara detil, yang mampu melihat, merasakan dan menganalisis semua yang terkait dengan kopi dari semua aspek sangatlah sulit. 

Bisa saja seorang pengamat  atau pemerhati kopi, begitu lihai bertutur tentang aspek budidaya dan usaha tani kopi, tapi dia tidak paham dengan sejarah kopi, boleh jadi seorang peneliti begitu faham dengan berbagai unsur dan khasiat yang terkandung dalam kopi, tapi dia belum tentu mengerti tentang aspek ekonomi dan sosialnya, tapi sosok yang begitu faham dan mengerti tentang hampir secara keseluruhan tentang kopi dan mampu menuturkannya lewat tulisan apalagi buku, adalah sosok yang sangat langka dan hanya ada satu dua orang saja di negeri ini.

Dan sosok “langka” itu jelas tergambar pada diri seorang Syukri Muhammad Syukri, pria kelahiran Takengon, Aceh Tengah tahun 1963 yang lalu. Lahir dan dibesarkan di daerah yang dikenal sebagai lumbung kopi arabika terbesar di Indonesia, sosok Muhammad Syukri sebenarnya tidak pernah secara khusus belajar tentang kopi. 

Dia hanya belajar dari pengalaman keseharian dari lingkungannya yang memang tidak terpisahkan dengan kopi, ini yang kemudian menyebabkan dia “terseret” kedalam aktifitas keseharian yang nyaris semuanya terkait dengan kopi, khususnya kopi arabika Gayo yang kini sudah diakui sebagai kopi arabika terbaik di dunia. 

Hobi membacanya serta keseriusannya mencari informasi dan berbagai referensi tentang kopi, membuatnya dia begitu mumpuni ketika bertutur tentang apapung yang terkait dengan  kopi, melebihi siapapun. 

Begitu juga keterlibatannya dalam komunitas Masyarakat Peduli Kopi Gayo (MPKG) serta aktivitasnya dalam berbagai seminar, workshop dan expo kopi semakin menunjukkan bahwa pengetahuan dan kemampuannya dalam bidang perkopian sudah tidak diragukan lagi.

Kepiawaian Syukri Muhammad Syukri dalam menyusun kata yang berdasar analisa dan merangkai kalimat berdasarkan pengalaman dan referensi ilmiah inilah yang kemudian melahirkan karya fenomenal dalam bentuk buku yang kemudian diberi judul “Hikayat Negeri Kopi”. 

Lewat buku ini, Syukri yang juga dikenal sebagai seorang Kompasianer senior ini, seakan ingin mengajak pembaca menjelajah dunia imajinasi lewat tulisan tentang berbagai hal yang terkait dengan kopi, khususnya kopi Gayo yang dikemas apik, sehingga begitu nikmat untuk disimak, senikmat aroma dan rasa kopi Gayo yang sudah mendunia itu.

Dibuka dengan pengantar dari seorang wartawan senior Harian Kompas, Pepih Nugraha, pembaca langsung dibuat penasaran untuk segera “melumat” keseluruhan isi buku ini. Apalagi dalam pengantarnya, Kang Pepih, hanya sedikit sekali “menguak tabir” yang tersimpan dalam buku ini, dan selanjutnya dia mempersilahkan para pembaca untuk “larut” dalam kisah-kisah tentang kopi yang tersaji dengan sangat runtun dan menarik, yang tentunya belum pernah diangkat oleh penulis lainnya. 

Pepih hanya sedikit sekali memberikan “klu”nya, yaitu hanya mengulas sedikit tentang sejarah, gaya hidup, manfaat, keunggulan, tardisi, budaya dan aspek sosial ekonomi serta realita kekinian Kopi Gayo, ini yang membuat pembaca semakin “kebelet” untuk segera menyimak lembar demi lembar buku ini. 

Dari pengantarnya saja, Pepih Nugraha sudah mampu membuat pembaca penasaran, dan Kang Pepih memang tidak berlebihan, karena buku ini memang sangat layak dibaca oleh siapa saja, terutama buat mereka yang selama ini sudah mengaku sebagai pecinta, pengemar dan penikmat kopi.

Membuka lembar demi lembar buku ini, pembaca seakan diposisikan sebagai “tamu negara” yang sedang diajak oleh penguasa negeri kopi  untuk menyimak berbagai kisah tentang negeri itu. Dan di “negeri” berjuluk Negeri Kopi ini, tak salah rasanya kalau menyebut Muhammad Syukri sebagai “presiden”nya, karena dia mampu bertutur fasih tentang apa saja yang terkait dengan negerinya ini secara universal dan general tidak hanya sepenggal-sepenggal.

Dibuka dengan rubrik gaya hidup (Lifestyle), Syukri mulai berkisah tentang warung kopi yang kemudian kini banyak yang telah berubah mengikuti tren menjadi kafe. Dalam rubrik pembuka ini, Syukri menceritakan bagaimana sekarang fungsi warung kopi atau kafe kopi sudah bergeser fungsinya, bukan lagi sekedar tempat minum kopi, tapi sudah berubah menjadi ruang publik, ruang yang menjadi milik semua elemen masyarakat. 

Dari sekadar tempat minum kopi, kini kafe-kafe itu kini berubah sebaga wahana berekspresi bagi siapa saja, baik untuk sekedar bercengkerama dengan sahabat maupun untuk tempat berbincang tentang hal-hal yang serius seperti politik, ekonomi, pemerintahan dan sebagainya, bahkan tidak jarang menjadi tempat terjadinya bargaining dan deal-deal bisnis (halaman 3). 

Membaca tulisan di halaman-halaman pertama ini saja, begitu kuatnya “magnet” di halaman awal buku ini, sampai-sampai pembaca seakan mulai “terhipnotis” untuk terus menyimak sampai halaman terakhir.

Masih dalam rubrik pembuka ini, Syukri juga berkisah tentang bagaimana seorang bupati bisa memimpin rapat dari warung kopi, tak perlu dengan nuansa formal dengan aturan protokoler yang kaku, sang bupati cukup membuka gadgetnya sambil menikmati secangkir kopi kemudian memberikan arahan-arahan atau perintah kepada semua pejabat di daerah itu melalui jejaring sosial yang sudah disetting sedemikian rupa sehingga hanya bisa dibuka oleh para pejabat pada satuan kerja perangkat daerah yang ada di daerah itu. 

Tidak seperti rapat biasa, para pejabat pun tidak perlu merapat ke warung kopi, cukup menyimak arahan dan perintah sang pimpinan melalui gadget mereka dari mana saja ( halaman 11). 

Dalam scene gaya hidup ini, Syukri juga bertutur tentang keunikan kafe-kafe yang ada di seputran kota tempat tinggalnya, sebut saja Bayakmi Kupi, sebauah tempat ngopi yang menyediakan berbagai buku bacaan berkualitas bagi para pengunjung, di tempat ini penikmat kopi bisa menikmati espresso atau black coffee sambil menyimak aneka novel atau bacaan lainnya (halaman 5). 

Ada juga tentang pergeseran tren minum kopi pada malam bulan Ramadhan di masjid atau di musholla, kalau dulunya jamaah sholat tarawih hanya bisa menikmati kopi tubruk robusta, kini mereka sudah eralih ke kopi arabika yang diproses secara modern dengan mesin roasting, tentu dengan aroma dan rasa yang jauh lebih nikmat. 

Apalagi kopinya memang asli arabika Gayo, dan kalaupun tidak tersedia di masjid dan musholla, para jemaah cukup melangkahkan kaki beberapa meter saja untuk menikmati kopi espresso, late atau bahkan cappucino, karena sekarang sudah banyak kafe kopi bertebaran di sekitar masjid atau musholla (halaman 14).

Ada lagi tren ngopi yang bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja dengan adalanya “kafe berjalan” atau kalau di negara barat sana dikenal dengan sebutan food truck, penikmat kopi tidak perlu capek-capek mendatangi kafe, karena mobil box yang berisi peralatan membuat kopi lengkap seperti mesin espresso dengan roasted bean coffee nya siap mendatangi mereka (halaman 17). 

Masih banyak kisah tetang negeri kopi di rubrik pembuka ini, seperti ngopi ditemani lantunan puisi dari para penyair Gayo ternama (halaman 25), ada juga kisah bule Eropa yang begitu kesengsem dengan kopi Gayo sehingga rela menginap beberapa malam di rumah petani kopi (halaman 37).

Dalam rubrik selanjutnya yang diberi titel Para Pejuang, Syukri berkisah tentang para “pejuang” kopi Gayo, mulai dari para sarjana yang rela dan tidak sungkan-sungkan untuk terjun sebagai pelayan warung kopi (halaman 59), kepiawaian para barista Gayo yang belajar otodidak dari pengalamannya (halaman 63). 

Kisah anak-anak muda yang sukses membuka dan mengelola bisnis kafe kopi (halaman 71) sampai ulasan detil tentang prospek ekonomi warung kopi atau kafe kopi yang begitu menjanjikan (halaman 109). Kisah-kisah nyata yang diceritakan oleh Syukri berdasar pengamatan langsung dan pengalamannya ini bisa menjadi sumber inspirasi yang sangat berharga bagii para pembaca buku ini.

Dalam bab berikutnya yang bertajuk Manfaat, Syukri juga bertutur lihai tentang berbagai jenis dan kualitas kopi serta manfaatnya, tak hanya berdasarkan pengalaman saja, tapi juga dilengkapi berbagai referensi ilmiah yang terkait. 

Dalam rubrik ini, Syukri tidak hanya mengupas tentang manfaat minum kopi, tapi juga bertutur bagaimana limbah kopi bisa mengantar para siswa SLTA di daerah ini meraih prestasi dalam olympiade sains (halaman 151). Juga ada kisah tentang petani yang mampu memanfaatkan cangkang kopi sebagai bahan pakan ternak dengan kandungan protein tinggi yang sangat bermanfaat untuk usaha penggemukan ternak (halaman 155).

Rubrik Kopi Gayo, secara khusus mengupas kisah tentang perjalanan sang penulis ke berbagai negara, dalam buku tersebut Syukri bertutur, setiap kali meninggalkan daerahnya, selalu ada kerinduan akan kopi Gayo (halaman 159). 

Dalam bab ini, Syukri juga meceritakan tentang “perjuangan”nya mempromosikan kopi Gayo melalui layar Kompas TV (halaman 171). Harga kopi Gayo yang jauh lebih tinggi dari harga kopi dari daerah dan Negara lain (halaman 179). 

Sistem perdagangan kopi Gayo yang berpihak kepada petani dengan memanfaatkan Resi Gudang (halaman 209). Serta Kopi Gayo yang kini telah menjelma sebagai ikon wisata di Dataran Tinggi Gayo (halaman 231).

Di bagian akhir buku ini yang berkisah berbagai realita tentang kopi, Syukri bertutur betapa mahalnya secangkir kopi Gayo ketika sudah berada di luar daerah atau di luar negeri (halaman 235). Kaitan antara global warming dengan produktivitas kopi juga disinggung dalam bab ini (halaman 249). Sampai dampak positif yang dirasakan oleh petni kopi Gayo setelah diterbitkannya sertifikat Indikasi Geografis (IG) Kopi Gayo pada tahun 2007 (halaman 285).

Singkatnya, dalam buku setebal 301 halaman dengan setting dan lay out sangat bagus ini, ada ratusan kisah yang terkait dengan kopi yang semuanya menarik dan layak untuk disimak. 

Layaknya seorang presiden yang sangat faham akan seluk beluk negerinya, menyimak buku “Hikayat Negeri Kopi” ini, para pembaca seakan sedang duduk bercengkaerama dengan sang penulis yang sedang bertutur tentang negeri yang mampu bertahan dari berbagai hempasan badai ekonomi hanya dengan bersandar kepada satu komoditi yang sudah dibudidayakan secara turun temurun di daerah pegunungan yang berjuluk “negeri kopi” ini. 

Menyimak sampai tuntas buku ini, semua orang akan setuju kalau penulis buku ini layak diberi gelar “Presiden Kopi”, karena kefasihannya bertutur tentang semua aspek kopi, nyaris belum ada yang mampu menandinginya, hanya seorang presiden yang begitu faham akan negerinya. 

Kalau Anda mengaku sebagai pecinta, penggear atau penikmat kopi, buku ini sangat layak menjadi referensi anda untuk semakin mencintai kopi, karena semua artikel apapun tentang kopi yang anda inginkan, semua tersaji lengkap dalam buku ini. Jangan mengaku sebagai pecinta kopi, kalau belum menyimak buku ini.

Peresensi : Fathan Muhammad Taufiq, Penulis dan Kontributor Artikel/Berita Pertanian di berbagai media cetak dan online. Kompasianer sejak 17 November 2014.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun