Bayangkan saja, jika di suatu daerah ada sebuah perbukitan gundul seluas 10 hektare saja, kemudian terjadi curah hujan dengan intensitas 50 mm (sedang), maka air yang akan “menyerbu” daerah di bawahnya adalah sebanyak 5.000.000 mm kubik atau 5.000 meter kubik.
“Tendangan” air dengan volume tersebut ditambah kecepatan meluncur yang bisa mencapai 100 km per jam dari permukaan miring, sudah bisa “meluluh lantakkan” puluhan hektar areal pertanian atau pemukiman warga. Bukan itu saja, air dalam volume besar dengan kecepatan meluncur tinggi, juga akan membawa serta material yang dilaluinya, seperti batang-batang kayu, batu dan lumpur, ini tentu akan memperparah daerah yang terkena terjangan banjir tersebut.
Pada daerah dengan kondisi tanah labil, “serbuan” air dari perbukitan gundul juga akan membawa serta tanah yang dilaluinya, ini yang kemudian menyebabkan terjadinya longsor.
Sistem pengelolaan dan pengolahan lahan pertanian yang tidak memperhatikan kontor tanah perbukitan, juga menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya bencana ini, seharusnya pola usaha tani di daerah perbukitan harus menggunakan system sengkedan atau terassering, tapi ini jarang dilakukan oleh petani-petani kita.
Itu baru contoh suatu area dengah wilayah perbukitan seluas 10 hentare dan curah hujan 50 mm per hari, bagaimana jika terjadi di wilayah tengah Aceh yang didominasi perbukitan yang sangat luas yang sebagian besar sudah gundul?
Apalagi intensitas curah hujan di daerah tersebut sekarang cenderung meningkat drastis? Maka pemandangan tragis tanah longsor yang menutup jalan-jalan utama, merusak pemukiman dan lahan pertanian, banjir bandang yang merendam ratusan hektar lahan pertanian, menghancurkan jalan dan jembatan, acap kita dengar di wilayah tengah Aceh belakangan ini, sebuah musibah yang tentu tidak kita inginkan, tapi terus saja terjadi.
Bagiamana mengatasinya?
Sebagaimana uraian di atas, bahwa curah hujan tinggi tidak akan menimbulkan dampak buruk jika vegetasi hutan tetap terjaga, drainase dan saluran air terawatt dengan baik, dan system pengelolaan lahan pertanian yang memperhatikan kontur tanah.
Karena kita semua pasti tau bahwa Tuhan adalah Dzat yang Maha Adil, ketika Tuhan menciptakan gunung dan bukit-bukit, Dia juga menumbuhkan milyaran tanaman untuk menjaganya, ketika Tuhan menurunkan hujan, Dia juga menciptakan sungai-sungai untuk mengalirkan air itu sampai ke laut, ketika Tuhan menciptakan manusia, Dia juga melengkapinya dengan akal dan fikiran, supaya manusia dapat menggunakan akal fikirannya untuk menjaga lingkungan.
Tapi keserakahan manusia, terkadang sering mengabaikan kelestarian alam, alasan ekonomi, pertambahan penduduk dan sulitnya lapangan kerja, sering menjadi pembenar untuk me”legalkan” perambahan hutan.
Rendahnya kesadaran menjaga dan memelihara sungai, parit dan buruknya system drainase, juga menjadi pemicu terjadinya musibah. Sungai-sungai yang fungsi senebarnya adalah untuk menghantarkan air dari pegunungan ke laut, sering dilaha gunakan sebagai tempat pembuangan sampah dan limbah, bantaran sungai yang mestinya steril, kemudian berubah menjadi kawasan pemukiman kumuh.